Hikayat Keramat Gadong
Buding adalah desa terdekat wilayah
Kecamatan Kelapa Kampit,berjarak sekitar 44 kilometer dari Tanjungpandan,ibu
kota Kabupaten Belitung.Penduduk desa ini memiliki legenda
“ kebanggaan “, Keramat Gadong.
Kisah
ini terjadi jauh sebelum datang penjajah.Di saat jalan raya yang menghubungkan
Tanjungpandan – Manggar ( seperti sekarang ini ) belum ada.Saat sebagian besar
penduduk memilih tinggal di pedalaman untuk menghindarkan gangguan lanun yang
suka merampok,serta menculik wanita dan anak-anak.
Di
antara penduduk Belitung yang tinggal dii pedalaman tersebut
terdapatlah satu keluarga bermukim di sekitar daerah Buding mengarah ke Pering.Keluarga ini mengandalkan hidup
dari hasil ladang,hingga mereka selalu berpindah-pindah mengikuti ladang yang
di buka.Kepala keluarga itu bernama Kuman Manor.Ia memiliki seorang istri yang
sedang mengandung anak keduanya dan seorang anak perempuan bernama Taila.
Hatta.Suatu
hari,saat sedang musim mengetam padi,kubok ( kumpulan rumah di tengah
perladangan / ume,red.) Kuman Manor di datangi serombongan lanun di
bawah pimpinan Panglima Usup.Mereka datang melalui Pantai
Pering,bermaksud merampok dan berbuat aoa
saja yang menurut mereka baik.
Tapi
kedatangan kelompok lanun ini ke kubok Kuman Manor nampaknya tak sesuai
harapan semula.Mereka tidak bisa berbuat sekehendak hati terhadap penduduk di kubok
itu,karena Kuman Manor adalah orang yang tidak gampang di taklukkan.Hingga
terjadilah perang tanding mengandalkan pedang,tombak,keris,petumang,dan
lain-lain senjata antara para lanun pimpinan Panglima Usup melawan penduduk kubok
Kuman Manor.
Dalam
perang tanding itu satu demi satu lanun tewas di tangan Kuman Manor.Sedang dia
sendiri jangankan luka,tergorespun tidak.Perang tanding ini di akhiri dengan
menyerahnya Panglima Usup dalam kondisi sangat kritis dengan luka parah di
sekujur tubuh.Oleh Kuman Manor,Panglima Usup yang sudah menyerah dengan luka
parah itu bukan nya di bunuh,malah di bawanya kerumah untuk di obati.
Berhari-hari
setelah diobati Panglima Usup dan kebetulan yang sehari-harinya tinggal di
rumah Kuman Manor berangsur sembuh.Kebaikan keluarga ini rupanya telah membuat
hati Panglima Usup tergugah.Hingga ia kemudian menganggap Kuman Manor sebagai
orang tua sendiri.Sementara Kuman Manor yang belum memiliki anak laki-laki juga
tak keberatan mengangkatnya sebagai anaknya.
Sesudah
berbulan-bulan berdiam di rumah Kuman Manor,timbul keinginan Panglima Usup
untuk berlayar.Keinginan itu ia utarakan kepada ayah dan ibu angkatnya yang
kemudian tidak keberatan mengabulkan permintaan tersebut.Oleh ibu angkatnya
dimasaklah berbagai macam makanan untuk sangu ( bekal,red ) selama dalam
pelayaran.Keesokan harinya,diantara kedua orang tua angkatnya,Panglima Usup
berangkat dari Pantai Pering,Ia menggunakan perahu yang dulu di gunakan untuk
merompak,berangkat ke laut lepas menuju pulau Daek.
Selang
beberapa kemudian,Panglima Usup yang sudah mempunyai anak buah para lanun
lagi,datang menemui Kuman Manor.Bukan untuk merampok,melainkan bersilaturahmi
kepada orang tua angkatnya.Untuk kedua orang tua dan adik angkatnya Panglima
Usup membawa banyak sekali oleh-oleh ,hingga ia di sambut dengan penuh suka
cita oleh Kuman Manor.Setelah kedatangan itu,berulangkali Panglima Usup datang
dan pergi menemui kerluarga Kuman Manor.Dan setiap kali Panglima Usup datang
selalu disambut dengan makanan kesukaannya,kukus.
Alkisah,pada
suatu hari yang seharusnya menjadi waktu kedatangan Panglima Usup,ia tidak
datang.Hingga ibu angkatnya khawatir dan gelisah ,kalau-kalau terjadi sesuatu
dengannya.Berbeda dengan istrinya,Kuman Manor tak khawatir sedikitpun.Ia malah
berfikir suatu waktu Panglima Usup pasti akan datang kembali bukan untuk
bersilaturahmi,tetapi membalas dendam.Pikiran it uterus menerus berkecamuk di
hati Kuman Manor.
Merasa
waktu kedatangan sudah dekat,istri Kuman Manor menyiapkan berbagai makanan
untuk menyambut kedatangan Panglima Usup.Sementara itu Kuman Manor tidak mau
menyambut Panglima usup.Hingga membuat istrinya ,yang sedang bersusah payah
menyiapkan makanan,marah.Karena itulah,setelah berfikir sejenak,Kuman Manor
memutuskan akan berangkat besok pagi-pagi sebelum terbang lalat bersama
isrinya.Ia juga minta istrinya memasak nasi ketan.
Esok
harinya,setelah subuh,mereka berangkat.Namun,sepanjang perjalanan perasaan yang
mengganjal fikiran Kuman Manor terus berkecamuk,sehingga ia mengurungkan niat
melanjutkan sisa perjalanan.Mengingat pula ketika itu istrinya sedang hamil
tua.Beliau khawatir akan terjadi sesuatu yang tak beres.Namun,atas desakan
istrinya,walau berat hati,mereka tetap meneruskan perjalanan.
Singkat
cerita begitu Kuman Manor sampai di pinggir Pantai Pering,tampak perahu lanun
tengah berlayar mengarah ke pantai.Dugaan bahwa Panglima Usup yang dulu mengaku
sebagai anak angkatnya akan melakukan balas dendam nampaknya akan segera
terbukti.Dan hal betul-betul terbukti,ketika setelah dekat pantai perahu-perahu
lanun mengepung Kuman Manor dari segala penjuru.
Melihat
Kuman Manor sudah terkepung,Panglima Usup tak mau menyiakan kesempatan yang
telah lama ia rencanakan itu.Begitu Kuman Manor telah betul-betul terpojok,ia
langsung menyerang dari segala penjuru.Kuman Manor berusaha mempertahankan diri
dari serangan ganas para lanun tersebut.Tapi,walau ia seorang yang tangkas dan
sakti atau mungkin ajal sudah dekat,akhirnya tertangkap dan di bawa masuk ke
perahu.
Di
atas perahu itulah kelompok lanun mengeroyok Kuman Manor habis-habisan.Nah,dalam
pengeroyokan itu Kuman Manor meminta agar istrinya dibebaskan karena sedang
hamil tua.Perimintaan itu di turuti Panglima Usup.
Setelah
menurunkan istri Kuman Manor,tanpa perikemanusiaan Panglima Usup memotong leher
Kuman Manor hingga hampir putus.Setelah itu ia berteriak,” Mulai sekarang
habislah panglima daratan Pulau Belitung.” Sekejap kemudian ia pun melemparkan
Kuman Manor yang telah diikat dengan leher hampir putus ke laut.
Tapi,sebuah
keajaiban terjadi.Tubuh Kuman Manor yang telah terikat dengan leher hampir
putus terlihat menggeliat dan berteriak,” aku ndak mati,naikan agik aku ke
perahu.” Terkejut dengan teriakan itu,segera anak buah Panglima Usup
menaikan kembali tubuh Kuman Manor ke atas perahu.Sesampai di atas perahu
Panglima Usup langsung menebas perut Kuman Manor hingga isi perutnya terburai
keluar.Setelah itu,kembali Panglima Usup melemparkan tubuh Kuman Manor ke laut.
Dan,untuk
yang kedua kalinya,keajaiban terjadi.Tubuh Kuman Manor kembali menggelepar dan
berteriak.” Aku ndak mati.Tapi mun benar mikak nak muno aku,naikan aku ke
perahu,lalu mikak cabut kuku induk jari kaki kanan aku.”
Oleh
para lanun,Kuman Manor segera dinaikan lagi ke perahu dan langsung mencabut
kuku induk jari kaki kanan nya.Setelah memastikan Kuman Manor betul-betul
tewas,mayatnya di lemparkan kembali ke laut.Setelah itulah baru mayat Kuman
Manor terkubur di laut.
Tak
lama berselang setelah Kuman Manor terbunuh,istrinya melahirkan anak
keduanya,seorang bayi laki-laki,yang kemudian hari di kenal sebagai Keramat Gadong.
Berselang
15 tahun,Keramat Gadong tumbuh besar dan mulai tahu tentang arti
ayah-ibu.Karena tak pernah bertemu,ia pun bertanya hal ihwal ayahnya.Oleh
ibunya ia selalu mendapatkan jawaban kurang jelas.Setelah dewasa,bahkan ibunya
tak juga memberikan jawaban pasti mengenai keberadaan ayahnya.
Penasaran
dengan keberadaan sang ayah,Keramat Gadong pun lalu bertanya kepada
Makciknya,Yak Linong.
“
Kemane la Bapak aku ne Cik,kiape bentuk badan belau to,” Tanya Keramat
Gadong.
Yak
Linong menjawab,” Bapak kau to gede badannye,tapi belau la mati debuno Panglima
Usup,urang Daek.”
“
Aku nak beliaten ken Bapak,” Lanjut Keramat Gadong.
“
Kiape kau nak beliaten ken belau,kaluk la mati,” Jawab Yak Linong.
“
Tapi,aku nak beliaten,suat munggak’e “ Desak Keramat Gadong lagi.
Di
desak demikian,Yak Linong pun menjawab seadanya,” Mun kau nak beliaten kan
Bapak kau,kau harus betarak antare Aik Buding kan Aik Linggang.Lalu kau harus
mawak sangu tujo ikok ketupat.”
Setelah
mendapat keterangan Yak Linong,esok harinya Keramat Gadong meminta ibunya
menyiapkan tujuh ketupat untuk sangu.
Di
malam pertama betarak, Keramat Gadong makan satu ketupat,tapi ia belum juga
bertemu ayahnya.Begitu juga dengan ketupat kedua,ketiga hingga keenam.
Pada
malam ketujuh,ketupat terakhir ia makan.Begitu ketupatnya habis,ia memohon
kepada yang Kuasa agar dapat bertemu roh ayahnya.Setelah beberapa waktu
tepekur,ia pun tertidur nyenyak.Dalam tidur itu lah ia bermimpi bertemu arwah
ayahnya sambil berujar , “ Kau ndak akan betemu ken aku,karene aku la de
alam lain.Tapi,ape kehendak kau akan ku kabulkan.”
Dalam
mimpi itu,Keramat Gadong tidak meminta apa-apa dari roh ayahnya,kecuali mau
menuntut balas atas kematiannya.Karena itu roh ayahnya langsung berujar,” Baikla
mun kitu se,karene aku di alam lain,kau de alam lain,mun kau nak ngelanggar
tana Daek,sape la aku.Sebab aku duluk e mati de tangan Panglima Usup urang Daek.”
Setelah
itu Keramat Gadong bersumpah,”Setiap keturunan Keramat Gadong dak kuang
bekawan kan urang Daek.Karene mun bekawan,kawan itu la nok kan ngembuno kamek.”
Keramat Gadong juga berpesan kepada anak cucu nya kelak,” Mun keturunan
aku ade ape-ape umpamenye kesusahan dan sebagainye,tunu kemenyan,panggil name
aku,pasti aku datang.”
Begitu
kisah pertemuan Keramat Gadong dengan roh ayahnya.Setelah pertemuan itu,
Keramat Gadong tinggal berpindah-pindah di hutan antara Buding –
Penirukan.Sehari-hari ia berladang sambil menyebarkan agama Islam.Dalam
syiarnya, Keramat Gadong memiliki bekal kesaktian di cincang tak mempan,di
rendam tidak mati dan di baker tidak di makan api serta berani menghadapi
tantangan selalu menggunakan senjata andalan.Di antaranya tombak,pedang,dan dua
buah petunangan.Sementara kakaknya,Taila berkeluarga dengan orang Langkang,yang
kemudian di temukan penginggalan Keramat Gadong.
Hingga
tahun 1986-an senjata penginggalan Keramat Gadong masih di pelihara keturunan
nya,Pak Kadir,berupa tirok dan sebuah pedang.Benda penginggalan tersebut,oleh
Belanda pernah di minta disimpan di Museum Tanjungpandan ( Belitung
).Tapi,benda-benda itu tak lama di simpan di Museum,sebab tak boleh di bawa
kemana-mana,ia harus dipelihara oleh keturunan nya.Benda warisan itu masih
mempunyai kekuatan magis,semisal untuk tangkal dan pengobatan.
Tentang
akhir riwayat Keramat Gadong,beliau menginggal dunia tidak terkubur dan raib
menjelang subuh.
Pada
malam beliau raib, Keramat Gadong mengumplkan semua anak cucunya di kubok
di tengah ume.Kira-kira menjelang Subuh,salah satu cucunya mengingatkan,” Be
kakik tek ngape lum debangunek,arine la siang,la kan subo.” Karena waktu
subuh sudah masuk,cucunya menyibakan kelambu tempat Keramat Gadong tidur
sendiri,tanpa di temani istrinya.Tapi apa yang di temukan kemudian,hanya sebuah
bantal guling yang di tutupi kain.Setelah kain penutup di buka,ternyata Keramat
Gadong tak ada di dalam.Ia raib,hingga yang di kuburkan oleh keluarganya
hanyalah bantal guling yang di temukan di dalam kelambu.
Kuburan
bantal guling itu sendiri terletak di Pering,yang kemudian menjadi tempat orang
bernazar.
Semasa
hidupnya,beliau pernah menanam racun di Aik Tembako,yang terletak kea rah
menuju Laut Sandong.Aik Tembako ini ketika sedang musim kemarau tidak boleh di
ambil,karena mengandung racun yang memabukan.Konon,racun itu di tanam beliau
sebagai salah satu strategi untuk mematikan para lanun yang suka mengambil air
di tempat tersebut.Hingga begitu para lanun itu meminum air tersebut,maka akan
matilah mereka.
**
Sebagaimana informasi pada cerita di atas,bahwa makam Keramat Gadong berada di
sekitar Pering. Dan menurut informasi dari salah satu sumber yang di temui crew
jelajahbelitung, keberadaan makam Keramat Gadong memang berada di sekitar Laut
Pering dan Desa Penirukan.Mungkin pada lain kesempatan kami akan menelusuri
lokasi tersebut,dan mengambil data gambar makam Keramat Gadong untuk menambah
bukti kan sejarah tersebut.
Riwayat Putri Nurjanu / Nibong Bedegong
Beberapa ratus tahun lalu,di
kampong Aik Kelekak Nangkak ( sekarang Dusun Dudat ),tinggalah seorang ibu tua bernama
Dayang Samak bersama anaknya-anaknya.Di rumah itu juga tinggal seorang gadis
dari seberang bernama Nurjanu.
Gadis ini konon dikabarkan berparas
sempurna.Berkulit bening,laksana kaca.Hingga dilukiskan jika ia minum,air yang
ia minum itu bisa terlihat ketika lewat di kerongkongan nya.Rambut panjangnya
di lukiskan : bila di bersihkan perlu tujuh ramunan ( bahasa local
berate kayu penjemur pakaian ,red ) untuk menjemur.Hebat nian
bunga Aik Kelekak Nangka ini.
Penduduk Aik Kelekak Nangkak
sendiri hanya berjumlah seratus bubungan rumah atau seratus kepala
keluarga.Selain berladang,kehidupan mereka sehari-hari bergantung pada mencari
pekarangan untuk di buat pekasam.Kendati jarak kelekak ini cukup jauh dari
laut,tak menyurutkan mereka untuk pergi dan pulang ke tempat kerjanya dengan
teratur.
Begitulah kehidupan sehari-hari
penduduk kelekak ini.Begitu pula kehidupan Dayang Samak.Namun kerja Putri
Nurjanu seharian hanya bersolek.Hal tersebut merupakan kehendak Dayang Samak
yang takut kalau kulit dan kecantikan Nurjanu akan jadi rusak kalau ikut kerja.
Dalam keseharian Nurjanu memiliki
teman bicara bernama
Bujang Dultalip.Dengan pemuda inilah seharian di bicara apa saja.Sementara
penduduk kelekak yang menyaksikan kelakuan Nurjanu dan Dultalip tak sedikit pun
merasa jengah.Mereka malah bangga,karena dengan adanya Nurjanu,kelekak mereka
jadi terkenal ke wilayah sekitar,hingga banyak orang yang singgah sekedar ingin
melihat.
Penduduk yang hidup mengandlkan
pekarangan dari hari ke hari kehidupan nya makin membaik.Sementara yang
berladang pun panen padinya makin melimpah.Hingga Dayang Samak merasa perlu
untuk merayakan nya.Dengan disponsori Dayang Samak,penduduk setempat sepakat
patungan untuk membeli alat becampak seperti : Tawak-tawak,Gendang
dan gong besar,sedang,kecil,serta sejumlah alat pukul lainnya seperti Kelinang.Setelah
terkumpul uang untuk membeli perlengkapan muasik itu,maka kehidupan di kelekak
itu pun jadi makin meriah.
Singakat cerita,Dayang Samak oleh
penduduk kelekak ini rupanya juga telah merubah corak rumah penduduk.Kalau
sebelumnya rumah mereka hanya berasal dari kulit kayu dan lantai gelegar
saja,kini banyak penduduk yang membuat lebih dari itu,malah ada yang mulai
membuat rumah berlantaikan tanah.begitupun dengan Dayang Samak,sebagai Bos ia
berfikiran harus lebih dari yang lain,hingga ia pun membangun rumah tinggi,dan
menjadi paling tinggi di Dudat saat itu.Dan ,kehidupan di rumah tinggi yang di
lengkapi Nurjanu pun berubah total.Dari hanya seorang gadis cantik saja berubah
menjadi gadis sombong dan angkuh.
Pokonya lengkaplah ia menjadi
seorang gadis yang cantik,sombong dan angkuh.Sebagai primadona kelekak
kemana-mana ia tak pernah lepas dari kawalan Bujang Dultalip.Setiap mentas
campak ia selalau memilih berpasangan dengan laki-laki paling ganteng di antara
yang ikut campak.Hingga membuat laki-laki yang tidak bisa becampak dengan nya
menjadi rendah diri dan tak mau ikut becampak.
Setiap sore,sambil menjuntai kedua
kakinya yang bagus itu,Nurjanu selalu duduk berangin-angin di bagian atas rumah
tinggalnya.Bila ada lelaki yang lewat,walau hanya sekedar melihat,kontan ia
akan meludahi orang tersebut.
Suatu ketika terjadi peristiwa ia
meludahi seorang pemuda yang konon dari daerah Belantu.Begitu Nurjanu meludah
ia langsung menatap dan memungut ludah Nurjanu yang jatuh dekat
kakinya.Kemudian ia meneruskan perjalanan di iringi derail tawa penuh
penghinaan dari Nurjanu.” Wanita cantik itu harus di beri pelajaran.Jangan
karena cantik ia jadi sombong,” gerutu pemuda itu dalam hati dengan penuh
dendam.ia pun langsung pulang ke Belantu,sambil merencanakan pembalasan atas
penghinaan Nurjanu.
Suatu hari penduduk melihat pemuda
itu kembali ke Aik Kelekak Nangkak.Di tangan kirinya ia menjinjing sebuah
keranjang bambu.Matanya selalu mengawasi kemana perginya Nurjanu setiap pagi
dan sore.Rupanya pemuda Belantu ini mengawasi gerak-gerik Nurjanu untuk
mengetahui dimanakah si Jelita yang sombong itu mandi.
Akhirnya ia pun tahu,dikawal Bujang
Dultalip,Nurjanu selalu mandi di Air Magnum.Setelah di ketahui tempat dimana
Nurjanu mandi.suatu siang ia pergi ke bagian hulu air Magnum.Tak ada yang tahu
apa kegiatan pemuda itu di sana.
Beberapa waktu setelah pemuda itu
pergi ke hulu Air Magnum,di tempat tersebut tumbuh sebatang pohon bamboo
aneh.Mengetahui ada pohon bamboo aneh yang tumbuh di bagian hulu,Nurjanu pun
dating untuk melihat.Tapi,setelah sampai ke pohon bamboo tersebut,ia sama
sekali tak melihat ada yang aneh,ia pun berujar, “ Ndak ade ape-ape bulo ne
“
Setelah itu ia pun kembali ke
tempat ia biasa mandi sambil tertawa cekikikan seperti ada yang menggelikan
hatinya.Namun,apa yang terjadi kemudia ? Nurjanu berteriak histeris hingga
mengundang Bujang Dultalip untuk mendekat.Apa yang di temukan Dultalip sangat
mengagetkan.Nurjanu telah terbujur kaku.Putri sombong itu telah mati.Dultalip
pun lalu membawa mayat Nurjanu ke rumah Dayang Samak dan di kuburkan di sebuah
tempat yang tak jauh dari rumah tersebut.
Begitulah kisah kematian
Nurjanu,karena racun yang di tanam pemuda asal Belantu yang bersamaan dengan
tumbuhnya bamboo aneh di huli Air Magnum.Sejak saat itu tak seorang pun
penduduk kelekak tersebut berani mandi di Air Magnum,sebab akan mati
seketika.Konon,dari kisah inilah racun Belantu jadi terkenal.
Merasa takut akan jatuh korban
berikut semua penduduk Aik Kelekak Nangkak hijrah ke kampong yang saat ini
bernama Prepat,sekitar lima kilometer dari Dudat.Mereka membawa seluruh
barang-barang mereka,termasuk alat musik pengiring untuk becampak.Di tempat
baru itu mereka pun teteap melanjutkan kehidupan mereka dengan mencari
pekarangan untuk di buat pekasam.Mereka juga tak lupa sesekali menghibur diri
dengan menari campak setelah letih bekerja seharian.
Namun,setiap kali penduduk Prepat
becampak dengan menggunakan alat musik dari Dudat,seringkali terlihat seorang
putri cantik di tengah mereka ikut menyaksikan orang becampak.Di duga ia adalah
arwah Nurjanu yang penasaran.
Pada suatu malam Dayang Samak
mendapat mimpi bahwa untuk menenangkan arwah Nurjanu,gong besar pengiring musik
campak harus dikuburkan tak jauh dari kuburan Nurjanu.Akhirnya,setelah
bermufakat dengan tetua kampong,diaraklah gong besar itu dari perpat ke Kelekak
Aik Nangkak untuk di kuburkan dengan makam Nurjanu.
Beberapa tahun setelah gong
tersebut di kuburkan,di atas kedua kuburan tersebut muncul masing-masing
sebatang pohon nobong ( nibung ).Sejak saat itulah kubur dan tempat
gong tadi terkenal dengan sebutan Nibong Belegong,yang
diinterpretasikan pohon nibung yang ada gongnya.
Menurut si empunya cerita hingga
saat ini peralatan musik campak dari Dudat itu masih bisa dimainkan.Namun,kalau
suara gong terdengar sember maka harus di bersihkan dengan air pekasam dari
Dudat,setelah itu gong itu pun akan berbunyi nyaring kembali.Malah suaranya
akan terdengar makin nyaring jika malam semakin larut.
Saat ini di tempat Nibong Belegong
tadi,jika tepalat mate,sering terdengar suara gong lalu disusul mucul putri
Nurjanu sedang menari
Telage Muyang Manis
Di bagian Tenggara Kecamatan
Membalong terdapatlah sebuah teluk agak besar,yakni Teluk Balok.Ke dalam teluk
ini bermuara sebuah sungai yang terbilang besar dan panjang menurut ukuran
penduduk setempat,yang di kenali sebagai Sungai Kembiri.
Konon,pada suatu ketika,sebelum
Agama Islam masuk ke Belitung,disisi sungai ini berlabuh sebuah perahu.
Sebelumnya perahhu tersebut telah
beberapa hari memudiki sungai sampai jauh ke hulu hingga tiba pada sebuah lemong
( lekukan sungai yang airnya lebih dalam,red ),tempat
Sungai Kemibiri ini terbelah dua.Aliran dari sebelah kiri agak dalam airnya
daripada air sebelah kanan.Ke arah kiri inilah perahu tersebut melaju.
Setelah berhari-hari memudiki
sungai ini,perahu ini akhirnya tiba di satu tempat yang mereka anggap baik
sebagai tempat pemukiman.Setelah mendarat,awak perahuh segera mempersiapkan
diri membuat tempat untuk bermukim.Mereka menebang hutan dan membuka ladang.
Dalam berladang pendatang baru ini
sangat tekun,hingga tidak heran jika usaha mereka sangat berhasil.Tanaman yang
di tanam pun tumbuh subur.Keberhasilan ini mendorong penduduk yang lebih dulu
dating dan tinggal tak jauh dari pemukiman baru tersebut untuk mendekatkan
diri,hingga kemudian berkembang menjadi persahabatan.
Pendatang baru ini di pimpin
seorang yang bernama
Tuk Pancor.Dan istrinya di panggil Nek Pancor.Kagum dengan keberhasilan anak
buak buah Tuk Pancor dalam berladang,penduduk yang bermukim di sekitarnya mulai
berpindah mendekati Kelekak Tuk Pancor.Daerah itu akhirnya berkembang pesat dan
kemudian dikenal dengan Kelekak Tuk Pancor.Dan dari sinilah riwayat ini di
mulai.
Satu ketika ‘ barat hijau
‘ ( satu musim kemarau sangat panjang yang dating lebih cepat dari kemarau
umumnya.) menyerang Belitung,termasuk kelekak Tuk Pancor.Akibat air sungai dan
sumur-sumur sumber air minum penduduk lebih cepat kering,membuat penghuni
kelekak Tuk Pancor kesulitan air.Satu-satu nya sumber air yang masih tersisa
terletak di antara dua buah bukit,puluhan kilometer jauhnya dari kelekak Tuk
Pancor.Namanya Selangan Libot.Selangan dalam bahasa setempat
berarti di antara dan Libot berarti bukit.Secarah harfiah Selangat Libot
berarti di antara dua bukit.
Sepanjang musim barat hijau,setiap
hari Tuk Pancor dan penduduk setempat berjalan kaki ke Selangan Libot
untuk mengambil air.Dari pagi-pagi buta hingga gelap malam mereka bergantian ke
sumber air tersebut.
Satu hari,di tengah terik sengatan
matahari,anak Tuk Pancor,bernama Manis,sedang asik bermain di sekitar rumah.Setelah
lama bermain,Manis kehausan.Ia kembali ke rumah,untuk minum.Namun semua tempat
air sudah kosong melompong.Tak menemukan air di rumahnya,Manis pun mencari air
ke rumah tetangga.Namun,mereka tak ada di rumah.Semuanya sedang mengambil air
di selangan libot.Tak dapat air minum,Manis meraung-raung pulang
kerumahnya.
Melihat Manis menangis
meraung-raung, Tuk Pancor bergegas menemuinya dan berusaha menyabarkan agar
berhenti menangis sambil menjanjikan akan mencarikan nya air minum.Meski telah
di bujuk,bukan berhenti,tangisan Manis malah makin menjadi-jadi.bahkan,lebih
keras dari sebelumnya. Tuk Pancor pun panik.Dalam kepanikan itulah Tuk Pancor
segera mengambil tempat air dan langsung bergegas menuju selangan libot
untuk mengambil air minum.
Sementara Manis terus saja
menangis.Sambil menagis di kaki tangga rumah,ia menghentak-hentakan kakinya ke
tanah.Lama kelamaan tanah tempat ia menghentakan kaki semakin dalam dan
lebar.Saat rasa hausnya memuncak,sambil menunduk ke tanah tempat ia
menghentak-hentakan kakinya,Manis pun meratap,” Kaluk aku agik kan diberik
hidup,keluarkan aik dari tempat ini”
Aneh bin ajaib,atas kehendak yang
Kuasa,saat itu juga keluar air yang jernih dari tempat tersebut.Manis pun
bersorak kegirangan.Sekejap kemudian ia pun meminum air tersebut sepuas-puasnya
hingga hilang rasa hausnya.
Tak lan berselang,dengan
terengah-engah, Tuk Pancor kembali dari selangan libot.Kuduan tangan
nya menjinjing gerebog ( tempat air,red ) penuh
berisi air.Namun,apa yang ia lihat? Terheran-heran Tuk Pancor menemukan Manis
kelihatan segar bugar dan sedang bermain dengan gembiranya,justru dengan
air.Padahal,ketika ia di tinggalkan,Manis sedang menangis meraung-raung.
Mendapati kondisi Manis yang segar
bugar, Tuk Pancor segera menanyakan bagaimana ceritanya hingga ia memperoleh
air. Tuk Pancor juga berusaha melarang Manis terus bermain dengan air
tersebut,mengingat air begitu sulitnya di dapat saat itu.Manis pun menceritakan
ihwal datangnya air tersebut.Sejak itu penduduk setempat tak pernah lagi
mengalami kesulitan air untuk keperluan sehari-hari.
Sumur atau telaga,dengan garis
tengah sekitar 1 meter sedalam 60 centimeter ini,hingga sekarang masih ada dan
di kenal masyarakat setempat dengan nama Telage Muyang Manis.
Biasanya pada upacara Nirok Nanggok,upacara
adat pengambilan ikan di musim kemarau,dari sinilah air pertama untuk semua
peserta upacara diambil.Upacara pengambilan air itu di pimpin seorang dukun aik
( dukun air,red ) dan di mulai dengan memasang sesajen
biasanya terdiri dari kembang setaman dan kemenyan di emapat sisi sumur.Setelah
dibacakan mentera secara perlahan,dari tempat sisi sumur,yang semula kering
kerontang,keluar air hingga terisi penuh.Dalam upacara Nirok Nanggok,dari
sumur inilah semua perserta upacara mendapatkan air minum.
Sumur ini pun bisa terbilang penuh
mistis.Sebab syarat mutlak peserta upacara ini harus beragama islam.Pernah,satu
kejadian,sekitar awal 1970-an,tanpa di ketahui sebelumnya,ada seorang Cina ikut
dalam upacara tersebut.Kedatangan nya untuk bermain judi ke lokasi
tersebut.Dengan sekejap air Telage Muyang Manis kering.Setelah di ketahui ada
seorang Cina di lokasi tersebut,kepala adapt segera mengusirnya.Sekejap
kemudian sumur itu pun berair kembali.
Situs Telage Muyang Manis
ini,hingga sekarang masih ada dan di anggap sakaral oleh masyarakat
setempat,dan selalu menjadi lokasi Upacara Nirok Nanggok.
Asal Usul Nama Padang Buang Anak
Diwirayatkan kira-kira abad XIII,
Pulau Belitung mengalami musim Barat Ijau, yakni kemarau panjang yang melebihi
kemarau yang datang biasanya. Kemarau ini mengakibatkan dimana—mana terjadi
kekurangan air baik untuk keperluan minum maupun kebutuhan rumah tangga.
Tersebutlah, dalam musim tersebut,
seorang ibu bernama Dambe’ berjalan terseok-seok sambil menggendong seorang
anaknya kesana-kemari. Anak yang ada dalam gendongnya itu baru bisa merangkak.
Tangan kirinya menjinjing sebuah gerebog (tempat air berasal dan
tempurung kelapa yang diambil dagingnya tanpa memecahkan tempurung, red.).
Sementara tangan kanannya mengapit anaknya. Sudah setengah hari Mak Dambe’
mencari air sambil menggendong anaknya itu. Terakhir Ia menyusuri kaki gunung
Tajam tapi belum juga mendapatkan air. Sementara anaknya sudah mulai menangis
kehausan. Saking haus dan kecapekan ia duduk melepas lelah di atas sebuah batu
sambil melavangkan pandangan mencari petunjuk dimana bisa mendapatkan air.
Selang beberapa lama, ia melihat
seekor Binat (kura-kura darat, red.) sedang berjalan
merambahi tanah menjauh dari batu tempat ia melepas lelah. Melihat binat
itu, Mak Darmbe’ pun berfikir untuk mengikuti saja karena pasti ia akan
mendatangi sumber air.
Namun ada satu hal yang
menghalanginya untuk mengikuti binat tersebut. Anak di pangkuannya
bagaimana pun jupa adalah darah dagingnya. Tapi begitu dilihat binat
sudah kian menjauh ia memutuskan untuk mengikutinya dan akan meninggalkan
anaknya di dekat batu tempatnya beristirahat. Agar anaknya tak pergi
kermana-mana, ia pun meletakkan anaknya di atas tanah yang telah dipagari
susunan batu berbentuk empat persegi panjang.
Setelah merasa anaknya akan aman
dan tidak akan bisa pergi kermana-mana Mak Dambe’ bergegas menyusul binat
tadi. Beberapa lama berjalan akhirnya binat yang ia ikuti mengarah ke
sebuah lembah. Ternyata di lembah itu terdapat sumber air dari sebuah celah
batu. Mak Dambe’ pun segera mengisi gerebog nya dan minum
sepuas-puasnya.
Setelah puas minum banulah Mak
Dambe’ tersadar bahwa ia harus segera kembali ke batu tempatnya tadi
beristirahat untuk mengambil anaknya yang ia tinggalkan di sana. Hampir
terbenam matahari barulah Ia mencapai batu tersebut.
Namun, apa yang Ia temui? Susunan
batu yang memagari tempat ia menaruh anaknya sudah hancur. Ia pun segera
mengamati sekeliling tempat tersebut. Alangkah kagetnya dia. Di tanah tampak
bekas kaki seekor binatang berukur sangat besar dan tetasan darah di dekatnya.
Mak Dambe’ pun mengikuti tapak kaki binatang tersebut yang ternyata mengarah ke
puncak Gunung Tajam. Namun, kendati terus mengikuti tapak kaki itu anaknya tak
juga ditemukan.
Tak berhasil menemukan anaknya,
dengan rasa sedih, kecewa, menyesal bercampur putus asa dan kehilangan yang
sangat, Mak Dambe’ kembali ke pondoknya. Sekembali ke pondoknya, berhari-hari
ia tak bercampur dengan tetangganya. Seharian hanya duduk di tangga pondok,
menangisi anaknya yang hilang tak tentu rimba.
Lama kelamaan Mak Dambe’ tak tahan
mendengar pertanyaan para tetangga karena melihat tingkah lakunya yang lain
dari biasa. Ia pun akhirnya menceritakan semua hal ikhwal penderitaannya.
Setelah itu barulah tetangganya tahu musibah yang menimpa Mak Dambe’.
Sejak saat itulah masyarakat
setempat menyebut daerah dimana Mak Dambe’ telah meninggalkan anaknya sehagai
Padang Buang Anak, karena di tempat itulah masyarakat beranggapan Mak Dambe’
telah membuang anaknya.
Si Kantan
Pada zaman sebelum Agama Islam
masuk dan berkembang di Belitung,tersebutlah
seorang janda miskin yang hidup bersama seorang anaknya bernama
Kantan.Dua anak beranak ini tinggal di sebuah kelekak yang sekarang bernama
Cerucuk.Mereka hidup dari hasil menangkap ikan atau hasil laut lain nya serta
buruan di hutan sekitar tempat tinggal nya.
Hidup sebagai janda beranak
satu,terasa sangatlah berat bagi ibu Kantan.Namun,akibat kerja keras ibunya,Si
Kantan bisa tumbuh sebaagaimana layaknya manusia biasa dan bisa mandiri tanpa
menggantungkan hidup pada orang tuanya setelah mulai menginjak dewasa.
Dalam kedewasaan itulah,saat Kantan
berujar kepada ibunya bahwa,ia bermaksud mencoba kehidupan lain di luar
kelekaknya.Singkatnya ia ingin merantau,mencoba peruntungan di tempat
lain,kalau-kalau kehidupan nya bisa berubah lebih baik.Tak bisa mencegah
keinginan anaknya,ibu si Kantan akhirnya harus merelakan anaknya
merantau,sambil terus berdoa agar apa yg di cita-citakan anak nya terkabul.
Kepergian anaknya itu dirasakan
sangat berat oleh ibu si Kantan.Apa-apa yang semula di kerjakan
berdua,sepeninggal Kantan harus di kerjakan nya sendiri.Karena kerja berat
itulah,fisik ibu si Kantan terlihat menjadi lebih tua dari umur sebenarnya.
Bulan berganti ,tahun pun
berubah.Bertahun-tahun setelah kepergian nya,Kantan kembali dari perantauan nya
dengan keadaan yang sangat bertolak belakang di banding saat berangkat meninggalkan
kampungnya.Rupanya ia telah berhasil menjadikan kehidupanya jauh lebih baik.Ia
sudah menjadi seorang saudagar yang kaya raya.Kantan pun telah memiliki seorang
istri yang cantik jelita,hingga ketika akan kembali ke kampung halaman nya
Kantan harus mencarikan nya sejumlah dayang terlebih dahulu.
Sebagai perantau sukses,Kantan
kembali dengan lima sekoci barang bawaan.Kelima sekoci tersebut di penuhi
berbagai barang yang bagus dan mahal,serta biantang peliharaan baik untuk di
konsumsi selama dalam perjalanan maupun untuk di pelihara.
Mendengar Kantan akan pulang,ibunya
bergegas menyiapkan kedatangan anaknya.Ia menyediakan makanan kesukaan anak
semata wayang nya itu.,yaitu panggan lutong dalam jumlah banyak.Ibu si Kantan
tauu bahwa anaknya akan datang bersama awak kapalnya yang banyak.Bersama
sejumlah makanan itulah kemudian ibu si Kantan menuju muara Sungai
Cerucuk,dimana perahu si Kantan akan berlabuh.
Setibanya di pinggir sungai,ibu si
Kantan melihat perahu anaknya yang telah siap merapat.Para awak kapalnya mulai
melempar sauh dan mengikatkan tali ke daratan.
Melihat kedatangan anaknya,segera
ibu si Kantan naik ke perahu,bermaksud menyambut anaknya.Begitu sampai di
perahu ia melihat si Kantan telah berubah sama sekali.Maklum sekarang ia telah
menjadi seorang yang kaya raya.
“ Kantan,anak ku,balik juak kau
akhirnye,”kata ibunya kepada si Kantan
“ Sape ikam ne nek ? Barani
amat ngakuk jadi umak aku.Umak aku la lamak mati,jadi ikam ne pasti urang lain
nok ngakuk jadi umak aku karene aku la kaya,” hardik Kantan kepada ibunya
dengan sombongnya.
Mendengar percakapan Kantan seorang
nenek tua,istri si Kantan langsung mendekat dan berujar,” Tuanku,perhatikanlah
baik-baik nenek tua itu.Barangkali nenek tua itu memang ibumu dan jelas sekali
sudah berubah.Tuanku belum pernah kembali selama
ini.Hingga jelas matamu memandang lain.Amatilah baik-baik.”
Kendati sudah di nasehati
istrinya,Kantan tetap tak mau mendengar,bahkan ia menghardik istrinya.
“ Kurang ajar kau.Kau kubawa
kesini bukan untuk jadi penasehat ku.Kau adalah isitriku.Kau harus tunduk pada
kehendak ku.Ayo masuk ke dalam,” hardik Kantan kepada istrinya setengah
berteriak.
Mendengar pertengkaran dua suami
isitri itu,,ibu si Kantan menjadi sedih.Kemudian ia pun berkata,” auk la
mun gitu se Tan ai.Kaluk ndak nak ngakuek aku umak kau,aku nok bini hine ini
balik sajak.Kitu rumpenye kau ngembalasan urang nok ngelaheren kau,nyusuek
kau,lalu ngenggedeen kau sampai kau pegi berangkat ngerantau.”
Usai berkata kemudian ,ibu si
Kantan pun turun dari perahu anaknya.Namun,sambil berjalan meninggalkan perahu
si Kantan dalam hatinya ia memohon ampunan dewata sambil berdoa semoga dewata
memberikan kutukan kepada anak nya yang telah mendurhakai dirinya sebagai orang
tua.
Belum sempat ibu si Kantan
menginjakan kakinya di darat,seketika terjadi peristiwa yang tak di
duga-duga.Hujan turun dengan lebatnya,laksana di curahkan dari langit,di sertai
angina rebut dan Guntur menggelegar.Melihat kejadian itu ibu si Kantan segera
menyelamatkan diri di daratan.
Setiba di daratan,dari tepi pantai
ia melihat anak nya si Kantan dia terpaku walau badai mengguncang sangat
hebat.Di depan matanya pula ibu si Kantan melihat perahu anak nya perlahan
tenggelam.Di balik suara badai,sayup-sayup ia mendengar seruan anaknya yang
berteriak,” Umak….umak…, ampunek anak ikam ne.” Tapi nasi sudah jadi
bubur,ibu si Kantan tak bisa mengampuni anaknya yang durhhaka.Secara peralahan
perahu si Kantan berikut lima sekoci bawaannya berserta istri,para dayang
pengiringnya serta awak kapalnya,tenggelam.
Menurut cerita turun temurun
bangkai kapal si Kantan itu kemudian menjadi cikal bakal Pulau Kapal.Sebuah
pulau kecil yang terletak persis di tengah alur muara Sungai Cerucuk.
Cerita burung yang berkembang di
masyarakat,jika dalam keadaaan kotor ( tepalat mate,red ) kita
bisa melihat itik,angsa,ayam dan biantang peliharaan lainya berkeliaran di
Pulau Kapal.Dan sering pula orang mendengar teriakan memilukan memanggil,” Umak…umak….umak….,ampunek
anak ikam ne Mak.”
Beberapa sumber juga menyebutkan
bahwa,hanya orang-orang khususnyalah yang bisa sampai ke batu berbentuk seperti
perahu yang ada di pulau tersebut.Sebab di sekeliling batu tersebut arusnya
berputar-putar hingga sering menyebabkan kecelakaan bagi perahu atau rakit yang
mencoba mendekat.
Akan halnya ibu si Kantan,hingga
saat ini kuburan nya masih ada,berupa songgokan tanah ( istilah setempat
pansuk,red) terletak di aik bujang dalam keadaan tak
terpelihara.Kuburan itu sering di datangi oleh orang-orang sesat,yang ingin
mendapatkan sesuatu dengan cara mudah,semisal meminta angka nomor buntut.
Hikayat Tuk Layang
Di sebuah kelekak sekitar Buding,saat
penduduk Belitung
masih tinggal di pedalaman guna menghindari gangguan lanun,tinggal satu
keluarga dengan satu anak yang hidup sangat bersahaja.Keluarga itu di kepalahi
seorang suami yang di kenali masyarakat dengan panggilan Tuk Layang.
Tuk laying adalah seorang yang
memilik ilmu tinggi,baik di darat maupun di laut.Tak heran penduduk setempat
merasa tentram,karena Tuk Layang bisa menjadi tempat berlindung dari gangguan
para lanun yang saat itu suka menyerang perkampungan penduduk.Sementara ketika
dilaut,para lanun selalu akan menjauh jika melihat Tuk Layang sedang mendayung
sendiri perahunya.
Sehari-hari,Tuk Layang tak pernah
lepas dari Tembako Sugi ( mengunyah tembakau lalu menyelipkan nya di
sudut bibir yang menjadi salah satu kebiasaan penduduk Belitung
masa lalu dan masih ada di masa sekarang,red ).Salah satu
kehebatan Tuk Layang adalha memiliki tenaga yang tak terduga kuat nya serta
ilmu gerak cepat.Tuk Layang juga menyukai makanan burung-burung hasil buruan
yang banyak terdapat di hutan sekitar tempat tinggal nya.
Untuk memenuhi makanan kesukaan nya
itu,suatu pagi Tuk Layang pergi berburu ke hutan di sekitar Sungai Buding.Dalam
perjalanan,tiba-tibadari arah hulu sungai,Tuk Layang mendengar riuh rendah.Dari
suaranya,Tuk Layang yakin bahwa,Burung Bayan itu jumlahnya mencapai ratusan.
Mendengar suara itu bergegas Tuk
Layang mendatangi arah asal suara.Ternyata dugaan Tuk Layang benar.Begitu
sampai di sebuah pohon medang yang rindang,nampak ratusan burung bayan yang
sedang asik makan buah pohon tersebut.melihat burung yang begitu banyak,Tuk
Layang sudah bersiap untuk memanjat pohon tersebut.Tapi,setelah
diamatinya,pohon tersebut sulit untuk di panjat.Karena masih pagi,pohon
basah,hingga kalau di panjat kemungkinan akan jatuh.
Tak mau ambil resiko,Tuk Layang
lalu duduk di bawah pohon tersebut.Mencari akal bagaimana caranya agar bisa
mendapatkan semua burung di pohon medang itu tanpa perlu memanjatnya.Setalah
agak lama berpikir,Tuk Layang nampak berdiri dan berjalan menuju pinggir
sungai.Sekejab kemudian ia nampak membawa batu berukuran kepala manusia dewasa
yang di ambil dari sungai tersebut.Begitu sampai di bawah pohon tadi,dengan
sekuat tenaga,Tuk Layang melemparkan batu kali tadi ke bagian tengah pohon
medang,dimana burung-burung bayan sedang asik makan buahnya.
Saking kuatnya Tuk Layang
melempar,begitu batu kali mengenai sasaran,pohon tersebut terguncang sangat
keras.Sekejap kemudian,satu per satu burung bayan di pohon tersebut berjatuhan
ke tanah,hingga jumlah nya mencapai ratusan ekor.Pendek kata,hari itu,dengan
sekali lempar Tuk Layang berhasil mendapatkan ratusan burung bayan kesukaan
nya.
Konon,menurut ceita penduduk
setempat,batu kali yang di gunakan Tuk Layang untuk melempar burung tersangkut
di salah satu dahan pohon di sebelahnya,dan belum jatuh hingga saat ini.Batu
itulah,kemudian di kenali sebagai Batu Bayan dan ada juga yang menyebutnya Batu
Tuk Layang.
Nah,karena banyak nya burung bayan
yang jatuh,Tuk Layang harus berulang kali mengangkutnya ke rumah.Oleh Nek
Layang ( Istri Tuk laying ,red ) burung-burung tadi di
pisahkan menjadi dua bagian.Sebagian untuk lauk-pauk makan hari itu,dan
sebagian lagi di awetkan ( diasinkan ) untuk cadangan makanan di hari-hari
mendatang.
Cuma,untuk menggarami burung
sebanyak itu,persedian garam Nek Layang ternyata tak cukup.Garam yang ada di
rumah hanya cukup untuk memasak hari itu saja,sementara untuk menggarami yang
lainya tak ada lagi.
Tahu Nek Layang kehabisan garam,Tuk
Layang pun berkata pada istrinya,” Mun kitu se,kau tunggu la suat de
ruma.Kau buatek la duluk burong-burong idang degaramek tek.Biar aku pegi ke jawe
duluk meli garam sekalian kan meli tembako sugi.”
Belum sempat Nek Layang
menjawab,Tuk Layang telah berada di atas perahu di pinggir Sungai
Buding.Lalu,hanya dengan tiga kayuhan,Tuk Layang pun sampai ke jawa.Setelah
membeli garam dan tembako sugi untuk persedian sebulan,Tuk Layang pun
segera kembali ke Belitung.Juga dengan menggunakan kekuatan penuh,karena
khawatir Nek Layang sudah selesai membersihkan burung bayan yang akan di
garami.
Namun,baru satu kayuhan,Tuk Layang
melihat beberapa titik hitam di depan nya.Karena itu Tuk Layang pun segera
melambatkan laju perahunya.Rupanya titik-titik hitam tadi adalah gerombolan
para lanun yang sudah siap mencegatnya,karena tahu Tuk Layang baru saja membeli
garam dan jumlahnya banyak.Mengetahui para lanun mau mencegatnya,Tuk Layang
segera menghentikan perahu,hingga nampak seperti sedang mengalami kerusakan.
Sementara perahunya melambat Tuk
Layang mengunyah tembako sugi.Siasat Tuk Layang rupanya berhasil
mengecoh para lanun,menyangka perahu Tuk Layang rusak mereka segera
mendekat.Namun,apa yang terjadi kemudian ?
Begitu perahu para lanun sudah
mencapai jarak sepenyemburan sugi,tanpa di duga Tuk Layang menyemburkan sugi
dari mulutnya ke arah perahu para lanun.Tak ayal,akibat semburan sugi yang
begitu kuat,perahu para lanun itu pun pecah,sementara awak nya tenggelam di
laut.Sementara perahu-perahu yang masih Selamat dari semburan sugi Tuk Layang
segera kabur,segera menjauh.
Singkat cerita,setelah para lanun
pergi,Tuk Layang pun segera kembali ke Sungai Buding.Dengan dua kayuhan dia
sudah sampai di pinggir Sungai Buding.Cuma,begitu sampai di rumah betapa
kagetnya Tuk Layang.Nek Layang rupanya belum juga selesai membersihkan
burung-burung yang akan di garami.Padahal,waktu itu,matahari sudah condong ke
barat.Akhirnya,Tuk Layang jugalah yang harus menyelesaikan perkerjaan tersebut.
Tempat terjadinya peristiwa ini,Tuk
Layang Melempar burung bayan,hingga kini,masih bisa di lihat di sekitar Sungai
Buding,,sekitar kilometer 44 dari Kota Tanjungpandan menuju Manggar.
Lokasi persisinya terletak di
sebelah kiri jalan,agak kedalam sejajar dengan aliran Sungai Buding menuju
muara.
Tentang cerita kepergian Tuk Layang
ke jawa,walau mengakui versi pertamanya,membeli garam dan tembako sugi,sebagian
masyarakat punya versi lain.Memelesetkan nya menjadi semacam joke agak
porono,menyegarkan
Konon,saking banyak nya burung
bayan yang di bawa pulang ke rumah,Tuk Layang ikut membantu Nek Layang
menyianginya.Tuk Layang menyianginya burung tersebut duduk sambil memangku
anaknya.Sementara nek Layang menyiangi burung tersebut persis di depan Tuk
Layang sambil berjongkok.
Karena asik menyiangi burung bayan
yang begitu banyak,Nek Layang jadi Kurang Senange’an,hingga tak sadar
dirinya tebengang ( kain/rok tersingkap hingga perkakas yang
terlindung di baliknya bisa di lihat orang lain,( orang Belitung mestinya tahu
isitilah ini,red ) Nah,tidak tahan melihat Nek Layang tebengang,rupanya
perkakas Tuk Layang bereaksi keras.Saking kuatnya reaksi perkakas Tuk
Layang,anak di pangkuan nya terpelanting hingga ke jawa.
Karena itulah,menurut sebagian
penduduk,kepergian Tuk Layang ke jawa sebenarnya bukan untuk membeli garam dan
temabako sugi,tapi untuk menjemput anaknya yang terpelanting karena lentingan
perkakas Tuk Layang yang tidak tahan melihat Nek Layang Tebengang.
Hikayat Raja Berekor
Cerita ini merupakan kegiatan dari
asal usul Pulau Belitung.Dimana terdapat sebuah pulau hanyut yang di akibatkan
kemurkaan seorang raja di Bali akibat anaknya mengandung anak akibat hubungan
nya dengan anjing kesayangan nya.
Hatta setelah tiba waktunya,sang
putri yang mengandung akibat hubungan dengan anjing kesayangan nya,melahirkan
seorang bayi laki-laki.Berbeda dengan bayi normal,sekujur tubuh bayi tersebut
penuh di tumbuhi bulu-bulu subur serta memiliki sebuah ekor kecil,layaknya
anjing.
Ringkas cerita,karena persediaan
makanan kiriman dari istana sebelum di kutuk ayahnya telah menipis,sang putrid
pun mulai menggantungkan hidup dari alam.Untuk membesarkan anaknya,di temani
anjing kesayangan nya ia berburu biantang apa saja yang ada di hutan,menangkap
ikann di sungai,serta memakan tumbuhan hutan apa saja yang bisa di makan.Oleh
ibunya,setelah beranjak besar,si anak berekor di ajarkan cara berburu dan
menangkap ikan di sungai.
Satu hari,si anak berekor berburu
sendiri ke hutan.Dalam hutan ia bertemu sepasang burung ( di sebutkan sebagai
burung kutilang,red) yang sedang memberi makan
anaknya.Sedianya ia akan memanah burung-buruba tersebut.Namun mengingat burung
tersebut sedang memberi makan ankanya,anak berekor pun mengurungkan
niatnya.Dalam hatinya malah tibul rasa kasihan melihat keharmonisan keluarga
burung tersebut.
Sepanjang hari itu,ia merasa sangat
terkesan dengan keluarga burung tersebut.Sepanjang perjalanan ia terus
terbayang kemesraan burung tersebut.Hingga tak seokor burung pun berhasil ia
panah hari itu.
Setiba di rumah,ia pun segera
menghampiri ibunya dan bertanya, “ Mak ,dimane aya aku ne ? “
Di Tanya demikian,si Ibu kaget.Lalu
menjawab “ Aya kau ndak ade “
Tak puas dengan jawaban ibunya,si
anak pun lantas berujar,” Ndak mungkin anak manusie ndak ade aya.Sedangkan
binatang sajak macam burong kutilang nok aku liat de bang utan tadik ade umak
bapak e.”
Walau di desak,sang putrid tetap
tak menjawab.Hingga kemudian anak nya berkata keras kepada ibunya.” Sebutla
benar-benar demane aya aku ? kaluk,ikam ndak,ikam aku buno.” sergahnya
dengan bengis.
Mendengar ancaman tersebut,karuan
si ibu ketakutan.Sebab anaknya kini telah menjadi laki-laki dewasa bertubuh
tinggi besar,berotot,pemberani,tangkas dan sangat kuat.Akhirnya,setelah
berkali-kali di ancam,sang ibu pun berkata,” Aya kau to si Tumang,asuk
kesayangen kite.”
Mendengar jawaban tersebut,bukan
main marah nya si anak berekor.Sekejap kemudian ia telah berhasil mengkap
Tumang yang berdiri tak jauh dari ibunya.Dalam hitungan detik terdengar
lengkingan pendek tapi nyaring si Tumang.Sekejap kemudian,Nampak anjing itu
telah terkapar di atas tanah.Kepalanya hancur,akibat bantingan keras si
anak.Tumang,anjing kesayangan sang putrid,yang adalah ayah biologis si anak
berekor,mati mengenaskan akabat di banting anak ny sendiri.Bangkai nya lalu di
hanyutkan di sungai.
Begitulah,waktu pun terus
berjalan.Si anak berekor telah tumbuh menjadi seorang pemuda normal yang gagah
perkasa,namun ekornya makin panjang.Satu hari,kepada ibunya,pemuda berekor itu
minta izin untuk menjelajahi daerah lain.Oleh ibunya ia di sarankan membuat
perahu.
Singat cerita.setelah perahu dan
berbagai perlengkapan serta perbekalan selesai di siapkan,pemuda bereokor pun
berangkat.berlayar mengarungi samudra tanpa tahu arah tujuan pasti,hingga
akhirnya mencapai daratan pulau Sumatra,yang masuk wilayah kekuasaan Raja
Palembang.
Mengetahui daerah tempatnya
mendarat termasuk wilayah kekuasaan Raja Palembang,pemuda berekor itu pun
datang menghadap ke istana.Kepada Raja Palembang ia mengajukan diri untuk
menjadi raja.Raja Palembang setuju dengan usulan tersebut.Namun syaratnya,ia
harus memerintah di daerah asalnya,dan daerah tersebut menjadi taklukan Raja
Palembang.
Syarat Raja Palembang itu di terima
pemuda berekor,hinga jadilah ia sebagai seorang Raja di daerah asalnya yang
kemudian terkenal dengan Raja Berekor.Namun,sebelum kembali ke daerah
asalnya,ia di bekali perlengkapan secukupnya dan rakyat berasal dari daerah
taklukan Raja Palembang Konon jumlahnya setara dengan delapan gantang butir
padi.
Di kisahkan setiba di Belitung,Raja
Berekor mendirikan istana di sekitar Aik Bebulak,Kelekak Usang kea rah
perawas,sejajar dengan aliran sungai Cerucuk yang melintasi Kampung Perawas
sekarang ini.Singgasananya terbuat dari sebuah tempayan besar.Dii atas tempayan
besar itulah di letakan satu keeping papan dari kayu ulin yang di beri
lobang,sebagai tempatnya memasukan ekor ketika duduok di
sanggasana.Alhasil,kemanapun Raja Berekor ini pergi tempat duduk itu selalu di
bawa.
Dalam menjalankan pemerintahan,Raja
Berekor di dampingi Sembilan pembantu,terdiri atas : perdana mentri,hulubalang dan
pesuruh yang salah satunya bernama sikum.Selain itu di tangkap pula sejumlah
perempuan untuk di jadikan juru masak dan dayang-dayang istana.Dengan dukungan
sejumlah pembantunya,pemerintahan Raja Berekor berjalan baik dan sesuai dengan
kehendak raja.Pendek kata,setiap kehendak raja selalu di turuti para pembantu
nya,yang sebenarnya takut dengan kekekaran dan kebengisan nya.
Satu hari seorang juru masak istana membuat kelalaian .Saat menyiapkan makanan siang buat sang raja ,salah satu jarinya tersayat pisau, hingga darahnya menetes dalam makanan yang sedang disiapkan .Ketika makanan tersebut dihidangkan kepada sang raja bukan mainnya takut juru masak .
Satu hari seorang juru masak istana membuat kelalaian .Saat menyiapkan makanan siang buat sang raja ,salah satu jarinya tersayat pisau, hingga darahnya menetes dalam makanan yang sedang disiapkan .Ketika makanan tersebut dihidangkan kepada sang raja bukan mainnya takut juru masak .
Tapi ,apa yang terjadi kemudian
?Setelah dihidangkan sang raja memakannya dengan lahap .Sekonyong-konyong ,Raja
berekor tertawa terbahak-bahak ,sambil berteriak keras kepada Perdana Mentrinya
.
“Perdana Mentri panggil juru masak
!”Perdana Mentri pun langsung memanggil juru masak dan kembali menghadap sang
raja bersama juru masak tak lama kemudian .
“Ampun Baginda hamba datang ngadap
,”ujar Perdana mentri di ikuti juru masak .
‘Juru masak !Nyaman benar kau masak
sari ne ‘,rasenye lebe nyaman dari masakan nok lauda-uda .Bahan ape nok kau
masokkan de dalamnye ?tanyak raja berekor .
Ditanya demikian ,juru masak
gemetaran .mukanya pucat pasi .Keringat dingin mengucur deras didahinya .
“Ampun, tuan ku ,hamba masak
macam biase sajak,ndak ade nok demasokan bang masakan itu .semuenye bumbu
masakan kan bahan nok ade dedapor kitelah.,”jawab juru masak itu gemetaran
.,”Akh ,ndak mungkin !” sergah sang raja .”cuba terus terang
,pasti ade nik lebeh dari biase e,” sergah sang raja lagi.
Takut dengan raja,juru masak itu
pun dengan pasrah dan terbata-bata berujar,”seingat hamba,waktu mengiris
sayor,ujung tangan hamba teriris pisuk lalu bannyak keluar dara.Dara itu
tecampor kan bumbu tadik” jawab juru masak sambil gemetaran.
Mendengar jawaban si juru
masak,sang raja tersenyum sambil mengangguk-angguk kecil.Dalam hatinya
terbayang mungkin darah manusia di campur daging manusia lebih enak
rasanya.Hingga akhirnya muncul keinginan untuk memakan daging manusia.Sesaat
kemudian ia pun berkata kepada perdana mentri
“Perdana Mentri,ngape kite ndak
nyubak makan daging manusie sajak ?” Tanya raja lagi.
“ Hamba,…ndak sampai ati tuanku,”
jawab Perdana Mentri ketakutan.
Di jawab demikian,meledaklah
kemarahan sang raja.Sambil menghunus pedang ia berteriak, “ turutek perinta
aku ! kaluk ndak kau nok aku buno “
Akhirnya dengan sangat terpaksa
Perdana Mentri menuruti kehendak raja itu.Membunuh manusia untuk di jadikan
santapan raja.Korban pertamanya adalah juru masak.Rupanya dugaan raja bengis
itu benar.Ketika menyantap daging sang juru masak ia Nampak merasakan
kenikmatan tiada tara.
Sejak saat itu,setiap hari,pasti
ada rakyatnya yang di korbankan untuk di jadikan santapan raja pemakan manusia
itu.Semua jenis dan tingkatan umur di coba.Anak-anak,orang dewasa,orang
tua,laki-laki,maupun perempuan.Malahan terkadang dalam sehari lebih dari satu
orang yang menjadi korban.
Akibatnya,rakyat semakin
takut.Kerajaan pun semakin sepi.Semua rakyat berdiam diri di rumah,menghindar
agar tidak menjadi santapan raja.Akhirnya,rakyat yang semula begitu banyak hari
demi hari menjadi kian sedikit.Sementara para pembantu istana tak berdaya
mengatasi tabiat buruk raja yang buas dan kejam itu.
Satu saat,tanpa di ketahui para
hulu baling istana rakyat melarikan diri ke daerah Belantu,Sijuk,Buding dan
daerah lainya.Sedang yang belum melarikan diri dan jumlahnya sangat
sedikit,kemudian mendapat giliran menjadi santtapan raja.Hingga akhirnya yang
tertinggal hanya Sembilan orang pembantu raja saja.Mengetahui rakyat nya sudah
tak ada lagi di kerajaan,Raja Berekor pun menjadi gelisah dan menanyakannya
kepada Sembilan pembantu nya.Oleh mereka di jawab bahwa,rakyat telahh habis
dijadikan santapan raja.
Karena haus dengan daran dan daging
manusia,raja pun bermaksud memakan ke Sembilan pembantunya yang masih tersisa
di istana.Namun bagaimana caranya ? Segera la raja bengis ini memanggil ke
Sembilan pembantunya dan mengadakan seyembara yang terdiri dari dua buah teka
teki berbunyi : “ DELIPAT KEMBANG DELIKOR,DELIMA KEMBANG DELIKAM
“
“ Barang siape ndak dapat
ngenjawabnye,kan aku buno.Untuk itu mikak kuberik waktu duak ari untuk
ngenjawabnye,” ungkap raja.
Mendapat seyembara tersebut ke
Sembilan pembantu raja itu segera bermusyawarah.Salah satunya adalah pak
Sikum.Orang tua ini sudah lama mengabdi pada kerajaan.Hingga ia tahu persis
keadaan kerajaan.Setelah bermusyawarah,ke Sembilan orang ini pun akhirnya
berhasil memecahkan teka teki tersebut.” DELIPAT KEMBANG DELIKOR
“ berarti berarti empat orang dimakan waktu lohor ( siang ) dan DELIMA
KEMBANG DELIKAM berarti lima orang di makan waktu malam.
Setelah berhasil memecahkan
teka-teki tersebut tiba-tiba pak Sikum berteriak,” Kite harus ngadilek raje
lalim itu “
Tapi,lanjut dia,”kite ndak
mungkin ngembunonye secare terang-terangen.Sebab die sakti,die juak kebal kan
senjate tajam.”
Menghadapi kenyataan itu,semua yang
hadir terdiam.Namun,tiba-tiba Pak Sikum teringat sesuatu.” De istana ne
tersimpan duak buah alu sakti terbuat dari kayu simpor laki.Alu sakti itu la
nok dapat ngembuno raje,” ujarnya setengah berteriak.
Untuk melaksanakan niatnya,Sembilan
pembantu raja itu pun mencuri dua buah alu sakti tersebut.Lalu,mereka menyususn
rencana pembunuhan terhadap raja bengis itu.Disepakati waktunya saat mereka
menghadap raja ketika batas waktu yang di berikan habis.
Batas waktu yang di terapkan raja
pun tiba.Ke Sembilan pembantu raja datang menghadap.Namun,dari
singgasananya,raja merasa kejanggalan pada para pembantunya.Dua di antara
mereka tidak membawa tombak seperti biasa,api membawa alu.Hingga Raja Berekor
menjadi agak sedikit curiga.
Masih curiga,raja pun menanyakan
apakah mereka sudah berhasil menjawab teka-teki yang di ajukan nya dua hari
lalu.
Pertanyaan raja itu,secara
berpantun di jawab Perdana Mentri,dengan membalikan teka-teki yang di ajukan :
DELIPAT KEMBANG DELIKORDELIPAT KEMBANG DELIKAM
URANG LIMAK NGIBIT IKOR
URANG EMPAT SERETE NIKAM
Belum sempat,raja bereaksi pak
Sikum,langsung membalas pantun Perdana Mentri :
SAK DUA DAUN SIMPORKETIGE DAUN GENALU
URANG LIMAK NGIBIT IKOR
URANG DUA NGEMPOK KEN ALU
Mendengar jawaban tersebut,sadarlah
Raja Berekir bahwa pantun itu adalah siasat Sembilan para pembantunya untuk
membunuhnya.Seketika murkalah Raja Berekor.Ia bangkit dari singgasananya,hingga
tanpa di sadari ekornya turut keluar dari lobang tempayan.
Begitu melihat ekor sang raja
keluar,serentak para pembantu raja itu menyerang.Lima orang memegangi
ekor,empat lainya masing-masing dua orang memukul kepala raja bengis dan kejam
itu dengan alu sakti dan menusuknya dengan keris.Akibatnya seketika tubuh raja
yang besar dan kekar itu pun tumbang bersimbah darah.Mayatnya,oleh Sembilan
pembantunya,di hanyutkan ke sungai.Dengan begitu tamatlah riwayat Raja
Berekor,pemangsa manusia yang begitu bengis dan kejam itu.
***
Kayu simpor laki ini meurut
kepercayaan orang Belitung sebagai penagkal binaang buas dan berbisa,seperti
harimau dan ular.Menurut cerita kesaktian simpor laki ini di dukung oleh
pepatah lama di Belitung yang berbunyi :
ALU SEGIOK GIONGSEGALE-GALE UBI
SEKUCAK-SEKUCONG
TENTONG KAYU BINGKOK,BINGKOK DEMAKAN API
ALU UKAN SEMBARANG ALU
ALU TEBUAT DARI SIMPOR LAKI
SIFAT NOK BEIKOR
AMUN TEPELASA KAN SIMPOR LAKI
TENTU MATI
Riwayat Keramat Pesak
Alkisah,pada masa menjelang Agama
Islam masuk dan berkembang di Belitung,sebuah perahu dalam keadaan
compang-camping nampak terapung-apung menuju ke bagian hilir Muara Sungai
Pesak.Perahu yang di tumpangi seorang laki-laki berasal dari Brunai
bernama Deraman Jaya
Sakti dan istrinya itu akhirnya terdampar di sisi sungai,yang
sekarang di kenal dengan kampong Simpang Pesak.
Kondisi mereka berdua sangat
mengenaskan.Pakaian yang di kenakan sudah compang-camping.Persedian makanan
tidak ada.Sementara perahu yang mereka tumpangi sudah tak bisa di
gunakan.Mengingat kondisi tersebut,Deraman memutuskan menetap di daerah
tempatnya terdampar,untuk mencoba kehidupan baru.Sebuah gubuk sederhana pun
didirikan.Bahan-bahannya di ambil dari kayu-kayu di sekitar tempat kapal nya
terdampar.Sebagai atap di gunakan bahan-bahan dari bekas kain layer yang sudah
tak terpakai lagi.
Belum berbilang bulan,kedatangan
Deraman telah mengejutkan Raja Balok.Saat itu pusat pemerintahan Kerajaan Balok
terdapat di daerah yang sekarang di kenal dengan Dusun Balok Lama,berjarak
cukup jauh dari Simpang Pesak.Kendati demikian Pesak,saat itu masuk dalam
wilayah Kerajaan Balok.
Raja Balok,saat itu,di kenal selalu
mencurigai setiap kedatangan orang asing ke wilayahnya.Ia juga selalu meminta
sejumlah nilai tertentu kepada orang asing yang datang untuk mendapatkan izin
tinggal.
Mengetahui kedatangan Deraman
tersebut,Raja Balok
mengutus seorang penghubung.Setelah bertemu,penghubung itu pun menyampaikan
pesan bahwa,Deraman agar segera menghadap ke Isatan Raja Balok,untuk
mengabarkan hal ihwal maksud dan tujuan kedatangan nya.Mendapat pesan
demikian,hari itu juga Deraman datang menghadap Raja Balok.
Setelah mengetahui maksud
kedatangan Deraman,Raja Balok pun lalu memperbolehkan Deraman menetap dan
mendiami pondoknya.Cuma syaratnya,ia harus membayar sejukung emas.
Mendengar keputusan Raja
Balok,awalnya Deraman merasa keberatan.Tapi setelah di pikir-pikir bahwa ia
bukan seorang miskin di negri asalnya,Deraman pun setuju dengan parsyaratan
yang di ajukan tersebut.Tetapi ia minta waktu sebulan untuk mempersiapkan diri
guna memenuhi syarat tersebut dan menyediakan perahu atau jukung untuk mengisi
emas nya.Raja Balok pun menyetujui permintaan Deraman.
Maka pulanglah Deraman ke
pondoknya.Setelah berembug dengan istrinya,di putuskan bahwa ia akan kembali ke
Brunai
utnuk mengambil emas bahkan segala benda dan barang yang akan di perlukan selama
mereka bermukim di Belitung.Ke esokan harinya,Deraman pun segera menyipkan
sebuah perahu baru.Setelah berhari-hari,selesailah perahu tersebut berikut
segala perlengkapan sederhana yang kira-kira memenuhi syarat untuk bias sampai
ke Brunai.Istrinya menyiapkan panggang lutong,makanan awet di jalan dan
kebutuhan suaminya seperti sarung dan berbagai helai pakaian yang di buat dari
kain robekan layar.
Setelah semua persiapan selesai
berangkatlah Deraman dari muara Sungai Pesak menuju Brunai.Barhari-hari Deraman
menggunakan waktu mendarat itu dengan sebaik-baiknya.Di sediakan nya emas satu
jukung untuk syarat tadi,dan sebatang bibit kayu pelepak,setempurong batu garam
( pasir garam ),seekor kucing,seekor ayam jantan dan beberapa barang lain nya
untuk di bawa ke Belitung.
Singkat cerita dengan bekal
tersebut Deraman kembali berlayar ke Belitung.Selama
berlayar,ayam jantan yang ia bawa,selalu berkubang dalam kapur garam,hingga
melekat pada bulu-bulunya.Di tengah perjalanan ia di cegat gerombolan
lanun.Saat di cegat para lanun itu,ayam jantan milik Deraman segera terbang ke
tiang-tiang layar perhau lanun tersebut.Di atas tiang layar itulah,kemudian
ayam jantan itu mengepak-ngepakan sayapnya yang penuh berisi pasir garam,hingga
membuat para lanun kelilipan,dan menjadi kalang kabut.Bertepatan dengan itu
Deraman menyerang para lanun,hingga habis semua nya.
Setiba di Belitung,Deraman langsung
menghadap sang Raja di istana nya.Kepada Raja ia minta agar transaksi di
lakukan di pinggir muara Sungai Pesak,dekat perahu dan sejukung emas di
tambatkan.Mendengar Deraman sudah siap dengan syarat untuk menetap di
wilayahnya Raja Balok pun setuju dan berangkat di iringi pengawal lengkap.
Tiba di pinggir sungai dekat
perahunya di tambatkan terjadilah transaksi.Tapi,sekali lagi,Deraman minta
dengan hormat sebelum transaksi “ ditandatangani “ agar Raja Balok juga
menerima tawaran dari Deraman.
“ Baginde,baik e gini
jak.Jukong dan emas di dalam nye kamu ambik,tapi aku nanam pelepak ne dari kampong
aku de sanak.Lauda itu aku nebarkan kapor garam ne de sekitarnye.Jadi kayu ini
kan jadi batas kediaman aku mun die tumbo kelak,” begitu permintaan
Deraman.
Karena permintaan itu di nilai
tidak ada artinya,Raja Balok pun mengizinkan penanaman kayu pelepak dan
penaburan pasir garam tersebut.Demikianlah akhirnya Deraman pun dapat tinggal
di daerah Pesak ini.
Cuman dari batas penanaman sebatang
pohon Pelepak tadi,berkembanglah pohon tadi menjadi meluas sampai ke wilayah km
62 sekarang.Anehnya justru di daerah Dusun balok sendiri tidak tumbuh sama
sekali.Dari penuturan narasumber cerita ini,di ketahui bahwa batas perdukunan
Balok dan Pesak,yaitu daerah asal pohon pelepak tadi dan yang ada pohon pelepak
sedang daerah perdukunan Balok yang tidak ada pohon pelepak.
Deraman juga memiliki sebuah
senjata bernama keris candrik ( panjangnya sejengkal ).Ketika musim kemarau
panjang meyerang kelekaknya,Deraman kesulitan mendapatkan sumber mata air untuk
di jadikan sumur,mesti hamper semua wilayah itu telah di jelajahinya.Dalam
keadaan demikian Deraman mencabut keris candrik dan menancapkan nya ke tanah
dekat pondok nya sambil berkata “ De sinek la baru kau akan keluar,atau
kamek akan mati semue ! “ sekejap setelah ia mencabut keris candrik dari
dalam tanah,keluarlah air dari tempat ia mencapkan keris candriknya tadi.Sumber
air itulah yang sekarang berada dekat kuburan nya atau tak jauh dari lairan
Sungai Pesak yang berair asin,namun sumur air itu tetap tawar.
Setelah lama bermukim di daerah
Pesak,Deraman pun punya seorang anak perempuan kesayangan.Sebagaimana di
ketahui pohon durian
bias tumbuh dimana saja.namun,di Pesak pohon durian baru tumbuh dua tiga
keturunan ke belakang.
Menurut cerita hal itu terjadi juga
berkenaan dengan keberadaan Deraman Jayasakti.Seperti umumnya di
kampong-kampung di Belitung,musim durian merupakan kesempatan bagi anak-anak
untuk bermain jauh dari rumah.
Di kisahkan ,pada saat musim repak
durian sedang jujo,anak perempuan Deraman berada sendiri di pondok
durian nya utnuk menunggu durian jatuh.Dalam kesenyapan kelekak,tiba-tiba
terdengar suara gemerisik di ikuti suara gedebuk tanda ada durian
jatuh.Namun,suara itu di ikuti jeritan anak kecil.
Mendengar suara jeritan tersebut
Deraman segera menghentikan pekerjaan nya dan bergegas menuju pondok durian
nya.Begitu sampai di pondok durian betapa kagetnya dia.Anak kesayangan nya
sudah terbaring dengan kepala berlumuran darah.Karena terbawa rasa sedih yang
teramat sangat atas kejadian yang menimpa putri kesayangan nya itu dengan marah
ia pun berucap “ selama tujuh turunan kampong ini ndak kan detempo durin !
“ Lalu,jenazah putri kesayangan nya itu pun ia makam kan di pinggir Sungai
Pesak saat ini.
Sepeninggal putri kesayangan nya
Deraman sangat terpukul,hingga mengkhawatirkan istrinya.Rupanya putri
kesayangan nya itu tak dapat tergantikan dengan kesenangan lain.satu-satu teman
permainan Deraman hanya tinggal kucing dan ayam jantan yang di bawanya dari
Brunai.Namun,karena bukan manusi,keduanya hanya bisa di ajak bermain di luar
rumah saja.
Yang merasa Deraman merasa aneh
adalah keakraban kedua biantang itu kepadanya.Kemana Deraman pergi,kedua
biantang itu selalu mengikuti.Bahkan kedua binatang itu selalu ikut di saat ia
pergi berburu.namun,keikutsertaan kedua binatang itu tak membuat repot,malah
membawa berkah.Setiap pergi berburu ia selalu mendapat hasil mulai lutong
kecil,kera serta binatang lainya,hingga berlebih dan bisa di awetkan dalam
bentuk pekasam sebagai makanan persediaan..sampai-sampai pekasam dari hasil
buruan itu mencapai tujuh tempayan.begitu lah kehidupan Deraman sepeninggal
putri kesayangan nya.
Suatu hari ,datanglah sebuah perahu
dengan beberapa anak buah.Dari penampilan dan wajahnya,para pendatang itu
terliahat tak ganas,malah penuh sinar kebijakan dan kebaikan.Deraman
memperhatikan bentuk perahu mereka,hingga akhirnya tahu lah ia bahwa para
pendatang itu berasal dari Brunai juga.
Deraman pun menyambut mereka dan
segera menemui kepala perahu tersebut dan menanyakan maksud kedatangan
mereka.Setelah ngobrol sana-sini,kepala perahu pun menyampaikan maksud
kedatangannya.Dari Brunai ia mendapat tugas untuk meng-islamkan semua orang
Brunai yang berada di luar Brunai,terutama di pulau-pulau di sebrang
lautan.Maka kepala perahu itu pun memanggil seorang ahli agama yang akan
mengjarkan agama islam kepada Deraman khususnya dan kepada penduduk setempat
pada umumnya.
Setelah mendengar dan menyimak
semua hokum dan ketentuan Islam,Deraman pun berakata : “kaluk gitu aku lum
kan masuk islam.Aku nak ngabisen duluk tujo tempayan pekasan berisi pekasan
daging lutong dan kerak.” Mendengar hal itu maklum kepala perahu kenapa
Deraman belum mau masuk Islam.
Menurut penuturan,belum sempat
menghabiskan tujuh tempayan pekasam lutong dan kera tersebut Deraman telah
keburu meninggal dunia.
Keramat ini terletak di sebelah
kiri arah ke km 62 dari jembatan Sungai Pesak,bergabung dengan kuburan umum
tapi di pelihara dan di kelola khusus oleh ahli waris nya.Bentuk kuburan dan
misan nya menggambarkan Islam dan sumur di dekatnya bergaris tengah 60 cm
dengan kedalaman 70 cm,berair tawar walaupun hanya beberapa meter dari lairan
Sungai Pesak yang berair asin.
Semua penduduk Pesak sangat menjaga
kebersihan lingkungan ini karena jika sembarangan menggunakan air sumur
ini,bada akan gatal-gatal.Menurut narasumber,sumur ini menjadi alamat terakhir
penduduk saat musim kemarau panjang.
Desan Pesak sendiri memiliki
kekhususan melaksanakan ruwahan di rumah masing-masing,tapi di lakukan bersama
berpusat di sekitar Makam Datuk Keramat Pesak.sebab Deraman Jayasakti di anggap sebagai
cikal bakal penduduk Desa pesak saat ini.
Seniang Garu
Alkisah di sebuah kelekak ( kampung
kecil ) di daerah Gunung Beluru,Kecamatan Membalong,Belitung,tinggalah tujuh
bersaudara.Mereka tinggal di kelekak yang sama,namun rumah tempat tinggal
mereka terpisah satu sama lain.Enam dari mereka sudah berkeluarga dan tinggal
bersama suami masing-masing.Sedangkan si bungsu,yang belum menikah,tinggal
sendiri di rumah peninggalan orang tuanya.
Sulung dari tujuh bersaudara
tersebut,oleh adik-adiknya,di panggil Kak Nam.Lalu berturut-turut,Kak Mak,Kak
Pat,Kak Ge,kak Ua dan Kak Tu.Sedangkan si bungsu tetap di panggiil Bungsu.
Sebagaimana umumnya penduduk
kelekak di Belitung,saat itu,sumber kehidupan tujuh bersaudara ini mengandalkan
alam,seperti dari hasil berburu,menangkap ikan baik darat maupun laut,dan
menanam padi.
Satu hari tujuh bersaudara ini
bersama-sama pergi nanggok ikan di sungai.Pagi-pagi sekali mereka sudah
berangkat ke sungai.Setelah hampir setengah hari,si bungsu belum juga
mendapatkan hasil.Tak seekor ikann pun ia peroleh.Padahal ke enam kakanya
maasing-masing sudah mendapatkan se-ambong penuh.
Akan halnya si bungsu,setiap kali
ia mengangkat tanggok selalu saja ia dapatkan sepotong kayu hitam.Berkali-kali
ia mengangkat tanggok,setiap kali pula kayu yang telah dii buang masuk ke dalam
tanggok nya.Setelah memperhatikan arus sungai itu,si bungsu pun menemukan
kejanggalan dengan kayu tersebut.
Melihat arus air,seharusnya kayu
hitam itu tidak akan masuk. Ke dalam tanggok nya,sebab ia menghadap mengikuti
arus.Cuma faktanya,kayu itu justru melawan arus dan masuk ke dalam
tanggoknya.Melihat kejanggalan itu,tanpa piker panjang,kayu itupun ia masukan
ke ambongnya.,lalu ia pun kembali menanggok.
Namun,kendati matahari sudah berada
di atas ubun-ubun,tetap saja tak memperoleh hasil.Dengan sedih ia berhenti
menanggok.Untuk mengelabuhi kakaknya,dan menyembunyikan kayu hitam di dalam ambong,ia
mengisi ambong dengan daun-daun.Ia meras malu,karena tak mendapatkan
hasil.Apalagi,untuk kegiatan yang mereka lakukan bersama,selama
ini si Bungsu selalau menjadi bulan-bulanan dalam keusilan kakaknya.
Enjelang sore tujuh bersaudara itu
pulang.Si bungsu berjalan paling belakang.Ia takut isi ambong miliknya
di ketahui ke enam kakanya yang usil.kebetulan pula rumahnya terletak di
deretan paling ujung.
Saking lelahnya,begitu tiba di
rumah ambong yang berisi kayu hitam tadi ,digeletakannya begitu saja
didekat tangga .Dibawa rasa kesal-karena tak dapat ikan –si Bungsu masuk rumah
dan langsung tidur .Saking lelapnya ,ia di buahi mimpi indah.dalam mimpi ia
merasa ada yang mengusap-usap dan membelaimya .
Begitu bagun dari tidur lelapnya
,bertapa terkejut si Bungsu .Disebelahnya tergolek seorang pemuda tampan .Dari
tubuhnya menebar bau wangi .Tampa rasa takut si pemuda itu langsung menutup
mulut si Bunngsu ketika ia mau berteriak .
“jangan besurak ,aku ukan urang
jahat .tenang saja. berjanjilah duluk ,’kau dak kan besurak kaluk mulut kau ku
bukak’kan ,”ucap pemuda itu .si Bungsu pun mengangguk .Lalu pemuda itu
melepaskan bekapan tangannya .
“siape kau ne sebenare ?Ape
maksud kau berani-berani tidu’de sebela aku ?”Tanyak siBungsu .
“Name aku Bujang Megat
.Asal usulku dari sepotong kayu nokkau ambik de sungai tadik pagi
,”jawab pemuda itu .
Ditatapnya wajah Bujang Megat
dan bertapa bahagianya si Bungsu karena pemuda itu sesuai idaman hatinya selama
ini.Ia pun berkhayal bertapa bahagia jika megat menjadi suaminya .
Sejenak suasana hening.Dan ketika
siBungsu mau beranjak dari pembaringan ,Megat menahannya,”jangan pegi,”kata
megat .”Biarlah kite bebincang –bincang de pembaringan ne,”lanjutnya.
Masih dipembaringan siBungsu pun
bercerita tentang keadaan pribadinya kepada megat .Setelah tahu lantar belakang
si Bungsu ,timbul hasrat megat untuk membantu meringankan beban siBungsu .Ia
pun,dengan berani mengutarakan niatnya untuk mempersunting siBungsu .
Tapi,alangkah terkejutnya megat
ketika si Bungsu menjawab ,”karena aku agik ade sedare ,lebeh baik kite
tunggu saja ‘kiape keputusan kakak-kakak aku ,utamenye kak nam nok kame’anggap
penganti urang tue ,”
Artinya ,megat masih harus menunggu
keputusan dari enam saudara siBungsu .karena itu megat harus pula menceritakan
asal-usulnya .Cuma,kepada si Bungsu ,megat merasa tidak akan mampu menceritakan
seluru asal-usul hidupnya .”lalu ape nak kau ,”begitu hasut siBungsu yang
hatinya sudah kepincut berat dengan megat .Dalam hati ia juga telah memutuskan
akan menyerahkan dirinya secara utuh kepada megat.
“kaluk gitu se,baik la.Lebe
baik kite sembunye sajak duluk de ruma ne.Sementare kau nunggu waktu nok tepat
untuk nyampaikan segale hal tadi ‘kan kakak-kakak kau,”jawab megat .
Namun ,sambung si Bungsu ,ada satu
hal yang belum ia ceritakan tentrang kakak-kakaknya.Terutama kak nam yang saat
ini menjadi penganti orang tua mereka .Keenam adiknya sangat takut kepada kak
nam ,yang berperangai buruk .Selalu ingin memiliki apa saja barang kesayangan
adik-adiknya.” Ku akuek,aku khawatir kaluk ngeliat kau,timbul sifat
serakanya lalu die berusahe ngerebut kau dari tanganku,” ucap si Bungsu.
“Kaluk imang itu hambatan nok
kan kite adapek,baikla kite batahan sajak mcam kate aku tadik,” jawab
Megat.
Akhirnya putuslah mufakat.Mereka
berdua untuk sementara akan menyembunyikan Megat sampai saat yang tepat tiba
untuk menyampaikan perihal mereka kepada kakak-kakanya.
Si Bungsu pun segera bangkit dari
pembaringan untuk menyiapkan makan malam seadanya.Untuk membersihkan
badan,Megat pun baru pergi ke sumur pada malam hari tanpa penerangan
apapun,agar tak di lihat orang.Mereka berdua pun akhirnya melalui malam itu
berdua sambil mengatur strategi menyembunyikan Megat.
Sebagai bagian dari rencana,si
Bungsu menjahit kelambu tujuh lapis.Mereka telah sepakat,Megat tidak di
perbolehkan keluar rumah dan hanya boleh tinggal di tempat tidur dengan lapisan
tujuh kelambu.Dengan cara demikianlah,mereka melalui waktu-waktu berikutnya bak
sepasang remaja tengah mabuk kepayang.
Kehadiran Megat tak urung merubah
perilaku si Bungsu.Wajahnya selalu ceria.Tak lagi muram seperti
sebelumnya.Halaman rumah dan dalamnya pun bersih layaknya kediaman orang yang
sudah berkeluarga.Dan megat,menjadi pria pingitan.
Siang hari si Bungsu harus menahan
hasrat bermesraan dengan sang pujaan hati yang bersebunyi di balik
kelambu.Megat pun harus menahan diri,tetap berdiam di balik kelambu.Padahal ia
sangat ingin menikmati udara segar di luar.Karena nya,mereka baru bisa
menikmati keindahan itu dengan penuh canda dan taw aria pada malam hari.
Perubahan pada si Bungsu tak luput
dari perhatian Kak Nam.Suatu hari Kak Nam berkunjung kerumah si Bungsu.Betapa
kaget dia menemui suasana rumah yang tertata apik dengan bau wewangian yang
begitu semerbak.Pasti telah terjadi sesuatu yang hebat,duga Kak Nam dalam hati.
“Akhir-akhir ne kau keliatan
beruba,Su,” kata Kak Nam.” Malam-malam aku rajin ngendengar kau ketawak
cekikikan macam agik becakap ken urang,” lanjutnya.
“ Eu,kakak ne ade-ade sajak,”
sahut Bungsu.”biase-biase sajak kak,” jawabnya lagi. “ Itong-itong
nyiapek dirik jadi urang ruma nok baik.Makenye suasane de ruma ne ku
buat macam ini.Lalu,kaluk malam aku rajin becakap-cakap kan binatang lain nak
ku bawak masok bang ruma.De ruma ne pun ndak ade sape-sape,” jawab si
Bungsu lagi.
Kak Nam,sebetulnya belum puas
dengan jawaban si Bungsu.Ia masih tetap penasaran.Agar tak mengundang curiga,ia
mengiakan saja jawaban adik terkecilnya itu.
Seminggu kemudian Kak Nam kembali
mengunjungi Si Bungsu.Ketika itu si Bungsu masih masak di dapur.Kak Nam ingin
makan sirih.Namun di keminangan ( Tempat sirih ,red )
ia hanya menemukan pinang dan sirih.Sementara kapurnya tak ada.Ia pun lalu
bertanya, “ Su,aku nak makan sire.Demane kau narok kapor ? “
Tanpa sadar,si Bungsu menjawab,”Ambil
la sendirik bang kelambu.Selamalam isak kamek ambik sukit idang nyire”
Mendengar jawaban itu,Kak Nam
langsung ke kamar dan membuka kelambu.Amboi,alangkah banyak lapisan kelambu
adikku ini,gumamnya dalam hati.
Tapi,begitu membuka kelambu,ia
betul-betul kaget.Di dalam kelambu ia menemukan kenyataan yang betul-betul
diluar dugaannya.Seorang pemuda tampan,Bujang Megat,tergolek dalam keadaan
tertidur pulas.
Akhirnya,tahulah Kak Nam bahwa,dengan
pemuda inilah selama ini si Bungsu bercanda sekaligus telah merubah total
perilakunya.Melihat pemuda tampan itu,muncul sifat serakahnya dan dalam hatinya
ia ingin memiliknya.
Setelah itu Kak Nam pun mengambil
tempat sirih yang terletak dekat kepala Megat,menghampiri adiknya. “ Su,nok
bang kelambu ne ku ambik ye,idang mainen aku de ruma,” tiba-tiba Kak Nam
kepada si Bungsu.
Mendengar ucapan Kak Nam bukan lang
kepalang kegetnya si Bungsu.Tahulah ia apa yang telah terjadi.Tapi berat juga
baginya untuk memberikan jawaban yang menyenangkan.Sementara,jika di
tolak,kakaknya akan marah besar.Kalau di terima ia pun akan kehilangan pemuda
idaman nya itu.
Akhirnya di kuatkan juga untuk
mengaakan yang sebenarnya kepada Kak Nam.” Kak Nam,untuk nok sikok ini aku
mintak dengan sangat kakak ngerti.Nok lain kuang de ambik,tapi nok ini
jangan.Gimane pun ini la harte aku nok paling kuhargaiek kan kusayangek,”
jawab si Bungsu.”Kaluk kakak setuju,kamek kan cepat-cepat nika,”
lanjutnya.
Mendapati jawaban itu sikap serakah
dalam diri Kak Nam kian mengembang,Rupanya ia pun sudah menyiapkan hasutan
untuk menggagalkan pernikahan adiknya.
“ Ye la mun kitu se.Tapi kau la
tau ke ape-ape ajak nok harus delakukan sebagai urang bini?” Tanya Kak
Nam.
“ La kak,aku la belajar kan
nyubak e sendirik de ruma ne semampu aku,” jawab si Bungsu.
Kaluk gitu,cubak la sebut ape sajak
nak la kau cube,Kata Kak Nam.
“Pagi-pagi akuu nyiapek
pelampunen ( sarapan pagi,red).Uda itu kusediaken
pakaian idang ke bang utan,lalu kusesaek bajuk kutor,nyiapek makan siang
nye,kan nyiapek kupi waktu die bangun tiduk sure-sure.Malam hari,kaluk die
nak,aku nyiapek dirik ngelayanek nye selaku urang bini nok baik.Lalu sebagai
seurang bini nok lakinya kerje bang utan,aku nak apal dimane die narok
parang,kapak,beliong kan nok lain nye.Jelas kak ?” cerita si Bungsu.
“Mak nang hebat kitu kau ne
su.Laki kau rupenye nak kau manjakan macam raje.Padahal kau,persis macam babuk
nye.Selaku kakak paling tue,aku ndak sependapat kan care kau ngelayanek laki
macam kau sebutkan tadik.Itu same sajak kan ngenjatuek martabat keluarge
kite.Cubak kau liat sendirik abang kau de ruma.kaluk nak makan,masak
sendirik,nak minum muat sendirik.Semuenye serba sendirik.Sunggo kan kitu te
mane berani ninggalkan aku,” Kak Nam mencoba menghasut adiknya.
Setelah di fikirkan benar juga
pendapat Kak Nam.Di pengaruhi rasa takut kepada Kak Nam serta rasa khawatir
akan di jadikan budak di rumah sendiri,si Bungsu pun membenarkan dan menyetujui
pendapat kakanya.” Mun gitu baik la kak,aku nak nyubak ape nok la kakak saranek
tadik,” ungkapnya.
“ Nah itu baru adek kakak.Kini
semuenye,temasok biak bujang nok ade de ruma ne ku kabarkan kan sedare kite nok
lain.,” jawabnya Kak Nam sambil memeluk adiknya.
Keesokan hari,semua kakaknya
mengetahui latar belakang perubahan si Bungsu.Namun,semuanya tak setuju saran
Kan Nam.Tetapi,karena takut,mereka hanya bisa mengurut dada saja,tanpa bisa
menemukan jalan keluar bagi si Bungsu.Pahit sekali apa yang di alami si
Bungsu.Mendapatkan jodoh tapi di sarankan untuk tidak menjadi istri yang baik.
Dengan hati mantap dan keteguhan
hati,si Bungsu melakukan apa yang di sarankan Kan Nam.Dan betapa kagetnya
Megat,ketika bangun pada suatu pagi.Ia tidak menemukan sarapan seperti
biasanya.Si Bungu tidak bangun pagi seperti biasanya.Ia hanya melihat sebuah
beliung yang di letakan sedemikian rupa di atas pintu,sehingga begitu itu di
buka beliung akan tepat mengenai kepalanya,hingga Megat akan mati seketika.
Mendapati kondisi
demikian,segeralah ia membangunnkan si Bungsu,untuk meminta penjelasan.Begitu
bangun si Bungsu pun langsung menceritakan apa yang terjadi.Setelah di jelaskan
mengertilah Megat maksud tersembunyi di balik saran Kak Nam.” Beliong nok
de atas pintu to untuk ngembuno aku kan ?” hardiknya kepada si Bungsu
Ketahuilah,lanjut dia,” ape nok
la kau gawekan untuk aku selamak ini la benar la,mimang kitu la nok saharusnye
di berik kan laki.” Jangan lupak,kite harus nyering setiap saran dari
siape pun,termasuk dari kakak sendirik.Licik benar kakak kau ti Bungsu,Hardik
Megat.
Di hardik demikian,bukan main marah
si Bungsu.”beraninye ka ungula-ngulakan kakak aku.Dasar ndak tau de
untong.la ku layanek lahir batin,ukan terimak kase,tapi ngula-ngulakan kakak
aku.Dasar manusie kayu,kau megat,” si Bungsu balik menghardik Megat.
Mendengar hardikan si Bungsu yang
membawa-bawa sejarahnya,Megat sadar hasutan Kak Nam sudah begitu marasuk dalam
diri si Bungsu.Megat hanya bisa menerima dengan kepala dingin.
Lalu ia pun berkate,” auk la
mun kitu se Su.Karene matahari la tinggi tulong sediekan tujo ikok teluk
rebus,untuk sangu aku balik ke bang utan sarkembali ke hutan sarine?
Dengan berat hati,si Bungsu
menyiapkan bekal untuk Megat.Sambil menyediakan bekal buat Megat,seketika ia
sadar bahwa Megat benar.Setelah lepat dan telur di bungkus,si Bungsu pun
meminta Megat tak kembali ke hutan hari ini.Namun walau si Bungsu bersikeras
melarangnya,hati Megat telah bulat kembali ke hutan.
Megat pun berusaha merayu si Bungsu
dengan nyanyian,syair dan pantun asmara sehingga ia tertidur.Inilah saat yang
di tunggu-tunggu Megat,dan pergilah ia meninggalkan si Bungsu yang sedang
tertidur lelap.
Ketika si Bungsu terbangun,Megat
sudah tidak ada lagi di rumah.Di carinya ke rumah kakak-kakaknya,juga tak di
temui.Termasuk kerumah Kak Na,kali-kali ia menculik Megat.
Lalu ,si Bungsu pun menyusul ke
hutan.Di hutan ia menemukan Megat sedang duduk melamun.Ketika ia mendekat
terkejutlah Megat.Si Bungsu pun merangkul Megat,merayu mengajak
pulang.Sementara Megat safar bahwa ia tidak boleh takluk dengan rayuan itu.
Ia pun kembali bernyanyi dan
berpantun untuk menenangkan hati si Bungsu.Tak lama kemudian si Bungsu
tertidut.Kesempatan itu di gunakan Megat unttuk melanjutkan
perjalanannya.Sambil berjalan ia berfikir,kalau terus berjalan ia akan
kelelahan dan pasti si Bungsu akan menemukan nya kembali.Sedang untuk menyanyi
dan berpantun ia sudah tak bisa lagi.Sudah habis nyanyian dann pantun yang ia
ketahui.
Akhirnya ia memutuskan untuk
bersembunyi di dalam lekukan pohon kayu yang telah lapuk.Konon,pohon kayu
tempat Megat bersembunyi itu adalah Pohon Gahru.
Adalah si Bungsu yang tertidur oleh
senandung nyanyian dan pantun Megat.Ketika terbangun Megat tak ada lagi di
dekatnya.Ia pun menangis tak henti-hentinya di tengah hutan.
Ketika di temukan penduduk kampung
yang tengah berasuk ( berburu menggunakan anjing,red) si
Bungsu tak dapat di bujuk-bujuk untuk kembali.Ia terus menangis dan memanggil
Megat.Tapi nasi sudah jadi bubur.Bersembunyi di lubang kayu sekaligus
mengakhiri petualang Megat di dunia manusia.Ia telah kembali ke
asalnya,sepotong kayu.
Konon,dari cerita itu,setelah
itulah kayu gahru berbau wangi.Wewangian itu di pancarkan dari tubuh Bujang
megat yang selalu memancarkan wewangian.
Menurut cerita pada pencari kayu
gahru,marak di Belitung pada 1983-1984,setiap ke hutan selalu membawa bekal tujuh
telur rebus dan tujuh lepat,dan sebagai pemotong selalu menggunakan beliung.
Menurut cerita pula,setelah di
temukan penduduk kampung meninggal dunia di hutan.Arwahnya terus berkeliaran di
hutan-hutan Belitung.Ia mencari Bujang Megat,sang idaman hati,yang telah
berubah menjadi Seniang Garu.
Narasumber tidak memberikan syair
pantun dan nyanyian yang di ssenandungkan Bujang Megat.Syair itu merupakan
mantera gaib untuk mencari gahru.Bahkan,menurut Pak Pek,jika syarat tujuh telur
rebus dan tujuh lepat serta beliung terpenuhi,dengan mantera berupa pantun dan
syair yang pernah di nyayikan Bujang Megat,seniang garu yang terdapat di tengah
pohon garu akan bersinar.
Kisah Dongeng Tuk Burod
Cerita ini merupakan salah satu
dari dua versi lain tentang Padang Buang Anak, sebuah hamparan padang tandus
tanpa ditumbuhi pohon besar yang seluas mata memandang hanya ditumbuhi rumput
setinggi lutut orang dewasa, terletak di sekitar kaki Gunung Tajam ke arah Air
Batu Buding, Kelapa Kampit. Namun, dari dua versi yang ada, dongeng Tu’ Burod
lahir lebih dulu, sebab ia menceritakan tentang asal kejadian suatu tempat,
bukan asal penyebutan satu tempat. Ceritanya bermula di saat penduduk Belitung
masih banyak memukimi daerah hutan di hulu-hulu sungai, guna menghindarkan para
lanun. Dalam kondisi demikian, di sebuah keleka’ (kampung kecil,
red.) di sekitar kaki Gunung Tajam sekarang, terdapatlah satu
keluarga besar. Keluarga itu memiliki beberapa orang anak perempuan yang telah
kawin dengan laki-laki dari keleka’ tetangganya. Salah satunya bernama Burod.
Dibanding para menantu yang ada, Burod memiliki tabiat berbeda. Ia dikenali
sebagai pemuda yang malas. Kehidupan keluarga besar tersebut terbilang cukup
sederhana.
Sehari-hari mereka sepenuhnya
tergantung pada alam, dari berladang di ume, berburu hewan di hutan dan
menangkap ikan di kubok-kubok sekitar daerah tersebut. Seperti kebanyakan
penduduk pada masa itu, di satu akhir musim panas menjelang musim penghujan, penduduk
keleka’ mulai nebas (menebang pohon untuk dibakar sebagai
persiapan awal membuka ladang, red.). Hal sama
juga dilakukan keluarga besar Burod. Dipimpin sang mertua, Burod dan ipar-ipar
yang lain berangkat ke hutan yang telah dibagikan dukun (kepala adat) secara
merata. Setiap orang rata-rata mendapat bagian 20 surik atau setara dengan dua
hektar (satu surik = 10 X 10 meter, red.). Dari pembagian
tersebut tanah Burod berada paling ujung dari seluruh kawasan ume yang akan
digarap. Singkat cerita karena musim kemarau sudah hampir habis, semua penduduk
dan ipar-ipar Burod sudah selesai nebas pohon di ume masing-masing.
Namun tidak demikian halnya dengan
Burod. Setiap hari kerjaannya hanya duduk-duduk sambil makan makan sangu berupa
rebus kembilik (umbi-umbian berukuran seujung jari kaki hingga
seujung jempol, red.). Sambil mengunyah rebus kembili’ ia
berkhayal menebangi pohon di depannya. Sesudah menebang pohon ini, lalu ke
pohon itu dan seterusnya, ia berkhayal. Di ujung khayalnya rebus kembili’ pun
habis, sementara tak satu pohon pun yang telah ia tebang, sementara semua orang
di keleka’ itu telah selesai nebas. Melihat kelakuan menantunya itu sang mertua
pun menegurnya. “Rod, Rod, malas benar kau ne. Kerjaannye nggak ngabise’ rebus
kembili’ sangu. Mane tebasan kau? Urang la uda, kau lum ape-ape. Sebile kan
nebase Rod!?,” tegur mertuanya. “Tunggu suat pak, aku ngabise’ sangu ne dulu,”
jawab Burod tak senang ditegur mertuanya. Sejenak kemudian, setelah
menghabiskan sangu rebus kembili’-nya, ia pun bergegas mengambil parang dan
berjalan ke hutan yang menjadi bagiannya. Di pinggir hutan itu ia berbicara
pada parangnya, “Nah, parang. Kalu’ kau mimang nurut kan aku, tige kali tetak (ayunan,
red.) kau musti ngabiskan utan seluas pandangan mate aku!”
Usai berkata demikian ia pun segera mengayunkan parangnya tiga kali.
Aneh bin ajaib, sekejap kemudian
semua pohon yang ada di hadapannya habis rebah semua. Semua yang melihat
tindakan Burod jadi heran.Dan, salah satu ipar Burod berujar, “Inila akhirnye.
Aya becakap nyinggong perasaan die, jadi die mara.” Mendengar percapakan itu
Burod hanya bergeming. Sejurus kemudian ia pulang, diiringi mertua dan
ipar-iparnya. Setelah kejadian itu seminggu lamanya keluarga besar itu
beristirahat total. Agar udah dibakar, mereka harus menunggu kayu-kayu tebangan
tersebut kering dulu. Pada minggu berikutnya, setelah semua kayu itu kering,
kayu-kayu tebangan tersebut pun dibakar dengan menyisakan reba’ (rebahan
pohon kayu yang tidak terbakar, red.) di sana-sini. Reba’
itupun kemudian segera dikumpulkan. Sebagian besar digunakan sebagai pembatas
surik-surik di ume masing-masing. Berbeda dengan ipar-iparnya, Burod sama
sekali tak terlihat sibuk. Bukannya membakar potongan pohon bekas tebangannya,
ia malah tidur pulas di membarongan (pondok di ume baru,
red.) miliknya. Melihat kondisi itu tak ada satu pun ipar-iparnya yang
berani membangunkannya. Mereka takut ngomong salah. Menjelang sore barulah
Burod dibangunkan dan pulang beriringan. Malam harinya, sambil duduk-duduk di
ruang tengah mertuanya, keluarga besar ini membicarakan proses berikutnya,
yaitu nugal (menanam bibit padi di tanah, red.).
Lazimnya nugal dilakukan dengan cara menancapkan kayu runcing ke tanah yang
sudah diberi batas reba’ per surik.
Sedianya keluarga besar ini selalu
mengawali ladang
secara bersama-sama. Cuma, kali ini muncul masalah. Ume belum bisa ditugal.
Biang keroknya Burod. Bekas tebangan pohon di bagian ume miliknya belum
dibakar. Mendengar ia dimasalahkan keluarganya dan dianggap sebagai biang kerok
keterlambatan Burod pun angkat bicara. “La, isok la baru aku nunu. Mika’ tau
beres la, usa gado, kite pasti serete nugal maupun ngetamnye kelak,” tegas
Burod. Mendengar kepastian dari Burod, mereka pun segera mengakhiri pertemuan
keluarga itu, lalu beristirahat. Keesokan paginya, tanpa diduga-duga, turun
hujan. Walau tidak lebat, cukup untuk membatalkan rencana Burod membakar
tebangan di lahan ume miliknya. Gusar melihat Burod yang tenang-tenang saja,
sang mertua menegur Burod. “Kiape kau kan nunu mun ari ujan macam ini Rod!?,”
sergah mertuanya ketus. Ditegur begitu, sambil menggeliatkan badannya di atas
tikar pembaringan Burod pun menjawab, “Ikam diam saja’ Pak. Ikam dudok saja’ de
ruma ne.” Setelah itu ia pun segera berdiri, mencuci muka dan melampun
(sarapan pagi, red.). Usai melampun, Burod menyambar
parang dan topi pandan miliknya. Tak lama kemudian dari belakang rumah ia
menebang sebatang pohon pisang paling besar yang belum berbuah dan dibawanya
masuk ke dapur. Setelah disulut dengan api dapur, Burod pun menjadikan pohon
pisang yang telah menyala cukup besar itu sebagai obor untuk membakar kayu
humanya.
Sambil berjalan setenang-tenangnya
Burod segera menuju pinggir hutan bagiannya. Sesampai di pinggir hutan itu,
dengan lantang ia berkata, “Nah, api. Kalu’ kau mimang bekawan kan aku, kau
makan la kayu setinggi nok dapat kau bedan sedalam nok dapat kau makan!”
Sekejap kemudian terbakarlah kayu tebangan Burod di tengah hujan pagi itu. Tak
satupun kayu yang dapat bertahan dari hantaman api Burod. Bahkan, humus-humus
atau kayu-kayu dan daun-daun kering di tanah sedalam satu meter termakan habis
musnah. Malah sampai ke akar-akar tunggul di dalam tanah. Sehabis hutan itu
terbakar oleh api Burod, yang tersisa adalah asap mengepul dan tanah huma Burod
hangus total. Saking hangusnya hingga tak ada lagi bagian tanah yang dapat
ditumbuhi padi. Alkisah Burod tak bisa nugal karena tanahnya, bukan saja kayu
tebangannya, turut terbakar. Itulah sebabnya sampai sekarang Kawasan Padang
Buang Anak tidak ditumbuhi oleh kayu besar. Menurut cerita yang berkembang turun
temurun, karena kehebatannya itulah, kemudian hari Tu’ Burod mengubah jalan
hidupnya yang malas itu. Pada setiap musim menanam padi dimulai, sebelumnya Tu’
Burod selalu disibukkan dengan panggilan untuk menjadi buruh upahan menebas dan
membakar tebasan tersebut. Konon kabarnya hutan tebasan dan garapan Burod
selalu menghasilkan padi yang melebihi padi garapan orang lain. Dan, upah kerja
bagi Burod bukannya barang mewah, tetapi hanya nasi anyam, alias kerak nasi.
Cerita Asal Mula Nama Kampung Belantu / Keramat Pinang Gading
Tak jauh dari Gunung Beluru,
Kecamatan Membalong, ada sebuah keleka’ dikenal dengan Keleka’ Nanga’.
Disinilah terletak kuburan yang dikenal dengan Keramat Pinang Gading, tokoh
utama cerita ini. Di antara rumah-rumah yang ada di Keleka’ Nanga’ ini,
terdapatlah sebuah belandongan (rumah beratapkan daun nanga’ yang disirat,
berlantaikan kayu berlapiskan tuntong –kulit kayu terunjam, red.)
Di rumah itu tinggal Pak Inda bersama istrinya Bu’ Tumina. Sepasang suami istri
yang hidup rukun dan damai ini belum dikaruniai seorang anak. Kendati demikian
ketiadaan anak itu tak mengurangi rasa sayang antara keduanya. Kemana pun
mereka pergi selalu berdua. Penderitaan salah satu adalah penderitaan keduanya.
Begitu pula kesenangan. Ibarat burung tiong, kemana jantan terbang disitulah
betina ikut terbang. Sehari-hari hidup mereka bersumber dari usaha bertanam
padi (ume). Tiap tahun pada bulan nyiur, mereka menugal (menanam padi ladang
red.), jagung dan palawija lainnya. Pak Inda termasuk rajin berusaha
di laut, untuk menangkap ikan dengan membuat dan memasang sero. Suatu pagi,
saat sedang musim mengetam (menuai) padi, Pak Inda berpamitan pada istrinya,
untuk menidau (menengok sero, red.) kalau-kalau
mengena ikan banyak.
Ia berpesan kepada istrinya, “Biar
aku saja yang pergi, kau tinggal di rumah menjemur padi.” Ketika Pak Inda tiba
di tepi laut, air laut yang sedang berangsur surut. Saat berjalan menuju
seronya, kaki Pak Inda tersandung sepotong bambu yang hanyut bersama sampah
laut. Bambu itu ia ambil lalu dilemparkannya ke tengah laut agar hanyut ke
tempat lain. Ketika ia tiba dekat seronya, ia kembali tersandung sepotong
bambu. Lalu ia pun mengambil bambu tersebut. Setelah diamati, ternyata itu
bambu yang tadi juga. Karena merasa tak butuh bambu Pak Inda pun mencampakkan
bambu itu ke belakang sero, agar ikut terbawa arus hanyut ke tempat lain.
Selesai dengan urusan bambu tadi, Pak Inda langsung sibuk dengan kegiatannya,
menangguk ikan di dalam sero. Rupanya hari itu seronya banyak mengena. Setelah
dimasukkan ambong, ikan-ikan tadi dicucuki-nya dengan rotan.
Sambil menggandar ikan-ikan hasil
seronya, sebagian diambin (dipanggul), sebagian ditentengnya, ia mengarungi air
laut yang telah surut dan berjalan menuju pantai. Di tengah perjalanannya
menuju pantai, ketiga kali kakinya terkait sebatang bambu, yang setelah diamati
ternyata bambu yang sudah dua kali dibuangnya tadi. Karena sudah tiga kali
tersandung bambu yang sama, terlintas dalam fikirannya … aneh sekali kejadian
ini. Air laut telah surut, lazimnya benda itu hanyut terbawa arus. Tetapi
kenyataannya, bambu itu hanyut melawan arus. Ia pun berfikir, pasti bambu ini
bukan sembarang bambu, ada ada sesuatu yang terkait dengan bambu tersebut. Akhirnya,
bambu itu pun ia ambil dan digunakannya untuk memikul ikan-ikan perolehannya.
Ketika makan siang, perihal bambu aneh yang kemudian ia jadikan pikulan ikan
tadi pagi diceritakan Pak Inda pada istrinya. Oleh istrinya bambu itu
diletakkannya di halaman depan rumahnya kalau-kalau diperlukan untuk menindih
tikar jemuran padinya agar tidak tergulung oleh tiupan angin.
Selang beberapa hari setelah
kejadian itu, tak ada peristiwa apa-apa dengan bambu tersebut. Namun, pada
suatu hari Jumat, kira-kira matahari mulai tergelincir pertanda waktu sholat
Dzuhur tiba, ketika pak Inda sedang tidur-tiduran berbantal sebang, secara
tiba-tiba terdengar suara letusan sangat keras diikuti suara tangisan bayi.
Suara itu datang dari tempat ia menjemur padi. Setelah dilihat ternyata, suara
ledakan keras tadi berasal dari bambu yang dibawanya dari laut. Anehnya, dari
pecahan bambu itu keluar seorang bayi. Dari muka sang jabang bayi terpancar
cahaya yang menyilaukan mata. Melihat bayi tersebut, Bu Tumina, istri Pak Inda,
segera menggendongnya. Setelah itu ia segera memandikan, menyelimuti dengan
kain bersih dan meninabobokkannya. Ringkas cerita bayi itu dipelihara dan
menjadi anak pasangan bahagia yang sudah lama mengidamkan anak ini. Bayi itu
sendiri kemudian diberi nama Puteri Pinang Gading. Setelah usianya beranjak
besar, kelihatanlah bahwa Pinang Gading memiliki keistimewaan khusus, yaitu
kesenangannya akan panah sehingga tak henti-hentinya ia selalu minta dibuatkan
anak panah dari bambu. Akhirnya ia pun menjadi seorang anak yang mahir sekali
menggunakan panahnya.Setelah berusia sekitar 15 tahun ia malah menjadi seorang
pemanah yang tiada tandingan. Bidikannya tak pernah meleset dan setiap ia pergi
berburu selalu membawa hasil memuaskan sekali bagi Pak Inda dan Bu’ Tumina.
Perangainya sehari-hari pun sangat
menyenangkan, baik terhadap kedua orang tuanya maupun kerabat dan tetangganya
di Keleka Nanga’. Malah sejak Pinang Gading ada, kehidupan suami istri tersebut
sama sekali berubah. Hasil tangkapan ikan dari sero-nya selalu melimpah ruah,
setiap bertanam padi hasilnya selalu memuaskan. Pendeknya sejak pasangan ini
memelihara Pinang Gading kehidupan mereka berubah makmur, hingga bertambah
sayanglah keduanya kepada Pidang Gading. KONON, tak jauh dari Keleka’ Nanga’
terdapat Keleka’ Remban. Keleka’ ini setiap tahun selalu ditimpa musibah yang
ditimbulkan makluk menyerupai seekor burung raksasa. Burung raksasa yang
kabarnya hidup di Pegunungan Bita, di sebelah Timur Danau Ranau, itu selalu
memangsa penduduk Keleka’ Remban setiap habis panen. Hingga dari tahun ke tahun
penduduk keleka’ itu menyusut. Baik akibat dimangsa burung raksana itu maupun
karena banyak yang pindah dari keleka’ tersebut. Umumnya, selain pindah ke
keleka’ sebelahnya, untuk menghindarkan burung raksasa tadi, sebagian penduduk
memilih tinggal di gua-gua di celah-celah gunung di daerah itu. Sementara bagi
penduduk yang masih memilih tinggal sebagian besar menggunakan remban, yaitu
kayu-kayuan yang disusun dan dijalin dengan rotan sega’ atau berebat. Mereka
menamakan burung yang sering menyerang itu Burung Gerude, yang konon kabarnya
berkepala tujuh.
Akan halnya musibah yang menimpa
penduduk Keleka’ Remban itu tersiar ke keleka’ tetangga dan membuat mereka
prihatin dan was-was, jangan-jangan suatu hari nanti mereka yang akan dapat
giliran diserang. Ketika musibah itu terjadi usia Pinang Gading sudah menginjak
21 tahun dan kemahiran memanahnya semakin hebat. Ia pun sudah mendengar akan
keganasan burung raksasa tersebut. Karena tak tahan diteror, seluruh tetua
keleka’ bermusyawarah untuk membinasakan burung tersebut dengan jalan
memanahnya. Satu-satunya pemanah yang paling mahir saat itu siapa lagi kalau
bukan Pinang Gading. Sebagai anak yang berperangai baik Pinang Gading tentu
saja tersentuh hatinya dan tergugah serta bersedia menjalankan tugas sebagai
pemanah Burung Gerude tersebut. Untuk menunaikan tugasnya, Pinang Gading pun
segera membuat anak panah khusus untuk mematikan burung raksasa tersebut. Ia
pun merendam anak panahnya dengan berbagai jenis racun. Setelah persiapan usai
dilakukan, pada suatu hari burung yang ditakuti itu datang ke Keleka’ Remban
untuk mengganggu penduduk. Melihat kedatangan burung pembinasa tersebut,
Pinaang Gading yang sebelumnya telah diungsikan di stu tempat strategis, mulai
mempersiapkan busur panahnya dengan anak panah beracun siap ditembakkan.
Akhirnya, ketika si burung raksasa itu mematuk orang tua yang memang sengaja
diumpankan, saat itu juga Pinang Gading melepaskan tali busur panahnya.
Seketika anak panah beracun
meluncur deras menuju sasarannya, tepat di leher si burung buas itu. Karena
anak panah yang digunakan Pinang Gading telah direndam anake macam racun, tak
ayal burung itu pun langsung mati. Burung itu jatuh bergemuruh di atas tanah,
menggelepar sesaat dan sekejap kemudian mati. Dari masing-masing dari tujuh
kepala burung itu kemudian keluar air tujuh warna. Lalu akan halnya anak panah
Pinang Gading, saking deras dan kuatnya ia menarik busur, setelah menembus
leher burung raksasa terus melesat ke atas dan jatuh kembali menancap di tanah.
Menurut cerita yang berkembang turun temurun, anak panah yang menancap di tanah
tadi tumbuh subur menjadi sebatang pohon bambu. Namun, setiap ada penduduk yang
menebang pohon bambu itu akan menemui ajalnya, sehingga lama-kelamaan tak ada
lagi penduduk yang berani menebangnya. Rupa-rupanya racun yang digunakan Pinang
Gading begitu kuatnya, hingga terus melekat pada anak panahnya. Bahkan hingga
anak panahnya tumbuh kembali menjadi pohon bambu yang subur. Karena itulah
kemudian penduduk setempat menyebut pohon bambu itu sebagai buluh hantu. (Buluh
adalah bahasa lokal untuk bambu, red.) Lama kelamaan
penyebutannya berubah menjadi BELANTU, hingga kemudian daerah tersebut juga
dinamai daerah Belantu. Akan halnya Pinang Gading, setelah berhasil memusnahkan
burung raksasa tersebut, namanya kian termashur di seluruh keleka’ di daearah
Belantu. Namun, sebagai manusia biasa, setelah usianya tua, meninggal di
tempatnya ‘lahir’ di Keleka’ Nanga’. Makamnya yang kini terdapat di kampung
kecil di kaki Gunung Beluru, Membalong, itu hingga kini dikeramatkan penduduk
setempat.
Kik Cuan Melawan Limpai
Pada zaman dahulu kala ,tak
beberapa jauh dari Kampung Simpang Tiga,termasuk wilayah Kecamatan Gantung
,hidup seorang petani bersama istri dan anak gadisnya.Oleh penduduk setempat ia
dipanggil Kik Cuan .Sebagai seorang petani Kik Cuan senantiasa berada disekitar
lingkungan ladangnya ,yang umumnya berada ditengah hutan .Hingga ia menjadi
sangat akrab kehidupan hutan dan segalah macam isinya .
Satu-satunya anak perempuan Kik
Cuan bernama jerimai .Sebagai seorang perempuan,tentunya ,ia harus berkeluarga
. Dan,ketika tiba saatnya,Jerimai pun dinikahkan Kik Cuan dengan seorang pemuda
dari kamoung setempat .Pernikahan ini diramaikan dengan berbagai acara
,termasuk kedurian bagi orang kampung.
Beberapa waktu setelah perhelatan
pernikahan Jerimai,kampung dimana Kik Cuan tinggal sering ada kejadian seorang
anak yang bermain dipinggir hutan ,pemandian(bahasa setempat disebut aik
arongan,red),bahkan diladang .Selain ditempat-tempat
tersebut ,tidak kerap pula ada kejadian terbongkar nya kuburan orang yang baru
saja meninggal.Baru saja jenazah orang meninggal dimakamkan ,keesokan harinya
kuburan tersebut terbongkar secara teratur ,seperti diseruduk semacam moncong
binatang yang tersisa dari jenazah yang terbongkar itu ,biasanya ,hanyalah jari
kuku dan kain kafan .
Kejadian-kejadian ini menimbulkan
suasana tenang dikampung Kik Cuan.Siang malam penduduk kampung selalu
berjaga-jaga .Penduduk laki –laki selain menjaga diladang pada siang hari
berjaga-jaga dikampung pada malam hari .Sementara kaum perempuan,selain
menyiapkan makan bagi keluarga ,tak boleh lengah mengawasi anak-anak mereka
ketika bermain dipinggir hutan atau ditengah ladang.
Dalam kondisi demikian ,suatu hari
,keluarga Kik Cuan mendapat undagan kedurian pernikahan anak temannya yang
tinggal diwilayah Simpang Tige,sekarang rencananya ,Kik Cuan akan pergi
keundangan tersebut karena temannya itu dulu banyak membantunya saat pernikahan
jerimai .Lagi pula, ia tak mau menyinggung perasaan keluarga yang sudah
susah-susah mengundangnya .
Cuma rawanya kondisi kampung saat
itu,selalu menjadi pemikirannya untuk memenuhi undagan temannya .Sebab ia
sangat tahu perjalanan menuju Kampung Simpang Tige yang akan ditempuhnya penuh
resiko .Apalagi ia harus membawa seluruh anggota keluarganya ,trmasuk jerimai
yang masih pengantin baru.
Mengantisipasi hal-hal tidak di
inginkan keluarga Ki’ Cuan akan berangkat berombangan ,bersama-sama orang
kampung.Sementara karena masih ada urusan yang harus di selesaikan sebelum
berangkat, Ki’ Cuan menyusul kemudian.
Rupanya,Jerimai yang harus nya
berangkat bersama rombongan orang kampung ,terlambat.Hingga ia harus berjalan
sendirian, terpisah agak jauh dari rombongan didepannya .Tetapi ditengah
perjalanan ,tak ada yang tahu apa yang menimpah jerimai ,sang penganten baru .
Sementara itu, dirumah ,setelah
menyelesaikan tugasnya Kik Cuan bergegas menujuh rombongan keluarganya yang
telah lebih duluh berangkat. Ditengah perjalanan ,Kik Cuan terkejut .Ia
menemukan selembar selendang berlumuran darah dan sisa potongan tangan
didekatnya .Apa yang terjadi ?Setelah mengamat-amati selendang berlumuran darah
dan sisa potongan tangan tadi,yakinlah Kik Cuan telah terjadi sesuatu pada
Jerimai .
Sebab selendang yang ias temukan
dikenali sebagai selendang milik Jerimai yang digunakan ketika berangkat ke
undangan tersebut.. Lalu dikuku jari sisa potongan tangan pun ia yakini tangan
Jerimai ,sebab dikukunya terlihat pacar (kutek tradisional yang biasa di
gunakan untuk pengantin,red) .
Menghadapi kenyataan itu dengan
perasaan marah Kik Cuan mempercepat langkanya menujuh tempat kedurian,yakinlah
ia bahwa jerimai telah mejadi korban mahluk yang meenggegarkan kampungnya akhir-akhir
ini .Sebab jerimai tak ada ditempat kedurian tersebut.Setelah menceritakan
temuannya itu kepada istri dan menantunya ,Ketiga orang itu pun kembali
kekampungnya .
Di antara rumah,istri dan menantu
Ki’ Cuan menangis sejadi-jadi nya.Malam hari nya Ki’ Cuan bermimpi yang
membinasakan anak nya adalah makhluk buas.,Se ekor limpai. ( Oleh
penduduk Belitung makhluk ini di gambarkan seperti babi,namun berukuran sangat
besar,dan di yakini ini adalah makhluk jadi-jadian,red.).Keesoakan
harinya, Ki’ Cuan mendatangi lokasi kejadian yang menimpa anaknya dan meminta
pertanggungjawaban siapa yang telah membinasakan Jerimai.Sekejap
kemudian,keluarlah limpai.Kepada limpai, Ki’ Cuan mengatakan akan menuntut
balas atas kematian anaknya.Di tantang demikian limpai setuju dan bersedia duel
dengan kehendak Ki’ Cuan.
Tujuh hari berikutnya,di daerah
sekitar Genting Apit,terjadilah duel hidup mati antara Ki’ Cuan melawan
Limpai.Mencapai tengah hari Ki’ Cuan telah mengeluarkan segenap kemampuan
nya.Tapi,Limpai belum juga dapat di kalahkan.Walau semua senjata seperti
Tombak,Keris,dan Parang sudah di gunakan,tapi tetap saja,Limpai tak bisa di
kalahkan.
Lalu,keduanya sepakat
beristirahat.Sambil bersitirahat Ki’ Cuan makan sirih dan campuran nya dengan
urak ( lesung kecil sepanjang 15 cm dan berdiameter sekitar 5 cm,dari kayu
atau bamboo,berfungsi sebagai wadah pelumat capuran sirih.Untuk melumatkan
campuran sirih di dalamnya di gunakan alu kecil dari besi bergagang kayu biasa
disebut mata urak,red.).Sebagian dari sirih yang telah di
lumatkan,dan sebelumnya telah di mantrai,di berikan nya kepada Limpai.
Setelah itu perkelahian pun di
lanjutkan.Karena tidak ada senjata lagi yang bisa di gunakan, Ki’ Cuan
menjadikan mate urak sebagai senjata.Pertempuran berjalan terus.Namun
keduanya masih terus bisa bertahan.Selama itu Ki’ Cuan terus berusaha mengambil
kesempatan untuk berada di bawah perut Limpai.Pada saat itulah Ki’ Cuan
menusukan matanya urak nya ke perut Limpai.Sekejap kemudian makhluk yang telah
menggegerkan kampung Ki’ Cuan ini pun roboh.
Sebelum Limpai menghembuskan nafas
terakhir,Limpai bersupah : “ Mulai saat ini setiap keturunun Ki’ Cuan tetap
akan jadi muso bebuyutan ku. “
Karena sumpah itulah,hingga
kini,masih banyak yang percaya,di tempat Ki’ Cuan bertempur melaawan Limpai –
daerah sekitar Genting Apit,jika menyebutkan diri sebagai keturunan Ki’
Cuan,Limpai akan datang ke tempat tersebut.Sebab,itu sama saja
artinya,mengundang limpai untuk berkelahi
Riwayat Keramat Bujang
Di satu bagian hutan, dikenal
dengan nama Ai’ Membiding, Desa Bantan, terdapat dua buah makam, yaitu Makam
Tu’ Rangga Tuban dan isterinya dan di Gunung/Bukit Bujang terdapat pula makam,
dikenal sebagai Keramat Bujang. Dari dan untuk ketiga tokoh ini diceritakan
tentang kehebatan Tu’ Rangga Tuban dan Bujang.
Menurut cerita yang berkembang di
daerah Bantan,tu”rangga tuban berasal dari tanah jawa.beliau mempunyai dua
istri dan seorang anak angkat bernama Bujang .kehebatan tu” rangga tuban ini sangat dikenal
dan termasyhur keseluruh wilayah sekitar bantam kecik.
Dalam kesehariannya ,dilengan
kirinya selalu terpasang sebuah batu asah yank dikenakan jika akan bertempur
menghadapi musuh-musuh yang datang dari sungai dekat kampung bantan ,yaitu
Ai”sapai.batu asah ini sekarang masih ada dan jika kita akan mengasah parang
didaerah tersebut parang akan cepat tajam tapi selalu mengakibatkan luka bagi
pemiliknya atau orang yang mengasah pisau ditempat itu.
Tu”Rangga tuban terkenal sebagai
seorang pembuat perahu yang hebat di daera bantan,hingga didaerah ini terdapat
satu tempat bernama
lemong perahu ,yaitu tempat bekas Tu”Rangga tuban membuat perahu .
Satu hari,Tu”Rangga tuban melakukan
perjalanan kepalembang..Disana Tu”Rangga tuban sempat membeli seekor burung
puyuh yazng sangat lincah .Hingga dia menjadi direpotkan oleh burung tersebut
.Akibatnya pada waktu jam tidur ia tidak bisa barang sekejab karena harus
menjaga agar burung tersebut tidak lepas kelaut.Akibatnya Tu” Rangga tuban baru
tidur pada siang hari ,sementara penjagaan burung itu diserahkan kepada awak
perahunya .
Setiba di Belitung Tu”Rangga tuban
pun segara pulang dan langsung mengurus burung puyuhnya.Satu ketika ,saat
sedang tidak dirumah ,burung itu lepas dari sangkarnya .Hingga Tu”Rangga tuban
terpaksa harus menagkapnya kembali .Disusunya batu-batu besar untuk mernghalagi
burung itu meloncat dan batu –batu ini sekarang masih ada tersusun sedemikian
rupa sehingga burung puyuh tidak bisa melompatinya .Sekarang penduduk setempat
masih percaya bahwa orang yang mengencigi batu tersebut akan jatuh sakit
.Begitula diantara kehebatan Rangga tuban.
***
BAGAIMANA dengan kehebatan anak
angkatnya ,Bujang?
Pendek kata semua kehebatan Rangga tuban ditturunkan kepadanya,sehingga ia bisa menandingi ayah angkatnya itu.Namun,dasar anak berotot pendekar ,dengan berlatih sendiri,ia malah melebihi kehebatan ayah angkatnya .
Pendek kata semua kehebatan Rangga tuban ditturunkan kepadanya,sehingga ia bisa menandingi ayah angkatnya itu.Namun,dasar anak berotot pendekar ,dengan berlatih sendiri,ia malah melebihi kehebatan ayah angkatnya .
Melihat hal itu, timbul rasa takut
dan khawatir dalam diri Rangga tuban.Hingga muncul niat jahatnya untuk
menghabisi Bujang. Apalagi ia pikir toh bujang bukan anak kandung sendiri. ia
hanya seorang anak yang diambil dari kampung sebelah-yang sebagian penduduknya
adalah orang –orang jahat ,berhasil ia musnakan .
Karena niat buruk itu bujang
mendapat perlakuan lain dari biasa.kalau selama ini pergaulannya dengan
penduduk setempat benar-benar diperhatikan,sekarang ia diberi kebebesan sama
sekali .Melihat perubahan itu bujang jadi curiga .Tapi,setelah mengingat-ingat
apa yang telah ia lakukan kepada ayah angkatnya,ia merasa tak punya salah
apapun.ia selalu menghormati ayahnya,walau tahu ia hanya anak angkat.”Barang
kali beliau benci karena merasa tersaingi dengan kehebatan dalam ilmu silat
atau pun kesaktian lainnya ,”begitu dugaan bujang .
Tu”Rangga tuban juga selalu
mecari-cari seteru dengan bujang .Ada-ada saja yang ia lakukan .mulai
menyembunyikan parang milik bujang hingga membuang tommbaknya.
Satu ketika bujang tidak diberi
makan sama sekali .Disinilah bujang kemudian merasa kalah .Bagaimana pun ia
adalah anak penurut dan selalu mengikuti perintah orang tua.Misalnya,ia baru
akan makan setelah disuruh orang tuanya seusai mereka makan .Tapi, kali itu
tidak .Bujang pun kelaparan karena tubuhnya melemah ,ia tertidur sambil menahan
lapar .
“Berhasil siasatku”, begitu latah
Rangga tuban .Dengan demikian ,pikiranya,semua harta milik bujang akan jatuh
ketangannya .untuk menyembunyikan niat jahat itu, bujang yang sedang tertidur
lelap pun dibawa ke ume mereka dan ditidurkan dipondok di ume tersebutan
. .
Malam hari pondok tersebut ia baker
.Rangga tubakaan pun mengatur seolah-olah pondok itu dibakar tampa
disengaja.Melihat pondok yang terbakar tersebut, berbondong-bondong penduduk
sekitar memadamkan api yang makin mengganas .
Setelah api berhasil ditaklukkan
apa yang terjadi dengan Bujang?Tampa diduga-duga ,Bujang keluar dari puing
pondok yang masih berasap .setelah tahu yang terbakar pondok ume
,Bujang sadar bahwa ayahnya lah yang membawanya kepondok itu ,lalu
memmbakarnya.
Bujang betul-betul heran dengan
sikap ayahnya itu.yang ia fikir, mungkin ayahnya merasa tak mau dikalahkan
siapapun termasuk anaknya sendiri .
Untuk mempercepat kehendak ayahnya
itu pun bujang pun angkat bicara “Aya sebelumnye aku mohon map .ak la tau
sejak lamak’,ikam nak nyawe aku..Tapi, untuk itu,ndao k kana de gunenye
ngeluarkan semue ilmu ikam .sebab aku baru kan mati kalu’jari manisku dicucok
kan ujong daun lalang “,
Tapi,sebelum dilakukan ia meminta
agar permohonannya dikabulkan .”kuborkan aku antare langit kan bumi
same-same kan harteku nok ade de ruma .masokan kedalam tajau lalu kuborkan
sebela kiri ‘aku.Ampun kan semue sala aku”, Itulah permintaan bujang .
Usai mendegar permintaan dan
mendegar kelemahan angkatnya ,Rangga tuban segera mengambil ujung lalang lalu
menusukanya kejari manis bujang .setelah itu bujang pun meninggal dunia.
Sesuai permintaan bujang Rangga
tuban pun menguburkannya diatas sebuah bukit bersama-sama dengan tajau (berisi
emas ) disisi kirinya.Hingga habisla harapan Rangga tuban untuk memiliki harta
bujang.
Sekarang tempat dimana bujang
dikuburkan dikenal dengan nama bukit bujang dan kuburanya dikeramatkan orang
dengan sebutan Keramat Bujang .
***
MENGENAI harta bujang yang ikut
dsikuburkan ,saat ini, dikenal dengan tempayan Bujang Pernah suatu waktu,puluhan
tahun silam,dua lelaki berniat,meminta harta tersebut.Maka bertapalah orang
tersebut di kermat bujang.Setelah tiga hari tiga malam,rog Bujang dating
menghampiri mereka sambil berkata,”Mikak kuang ngambik harte aku,tapi harus
nyerakan dara urang nok di sayangek,” Sekejap kemudian raiblah roh Bujang.
Setelah berpikir sesaat kedua orang
itupun kembali ke rumah nya sambil memikirkan apakah mereka harus meyerahkan
darah orang yang mereka sayangi atau tidak mendapatkan harta yang mereka
idam-idamkan.
Akhirnya,kedua orang itu pun
menemukan jalan keluar.Yaitu,memalsukan darah segar dengan pati samak ( getah
samak yang berwarna merah mirip darah.red ).Untuk melaksanakan
rencananya,segerala mereka menebangi batang samak sekitar tempat tersebut dan
mengumpulkan nya dalam sebuah wajan dan segera menyerahkan nya ke Keramat
Bujang.
Tak lama kemudian datanglah roh
Bujang dan memberi petunjuk agar menggali sebelah kiri kuburan tersebut.Sekitar
tiga jam menggali tampak tutup tembikar yang tak lain dan tak bukan adalah
tutup tempayan Bujang.Mereka pun segera melebarkan galian hingga akhirnya
menemukan tempayan yang utuh dan mengikatnya pada sebuah pikulan agar mudah di
angkat.Setelah semua beres,dengan bersemangat,mereka langsung turun dari bukit
itu.
Setiba di Tebat Bedong,saking
gembiranya,pemikul yang berada di depan berkata, “ Eu,rupenye balau nok de
atas kuang juak de akalek.Pakai pati samak jak kite dapat ngambik harte karun
nye,ndak perlu pakai dara segar segale.”
Sekejap setelah pemikul di depan
mengakhiri ucapanya,aneh bin ajaib,pengikat tempayan itu putus dan
menggelinding ke atas bukit serta masuk kembali ke tempat semula.Sementara
tanah bekas galian bergrak sendiri menutup lobang galian.HIngga saat ini tak
satupun ada yang berani meminta harta Kerama Bujang tersebut.
Sejarah Dan Misteri Batu Buyung/Batu Buyong
Di antara bebarapa objek wisata
yang ada di pulau Belitung,salah satu yang sering di kunjungi wisatawan local
adalah batu buyung.
Obyek wisata ini berada di daerah
paling ujung di selatan Pulau Belitung,terletak sekitar 110 km dari kota
Tanjungpandan,batu Buyung bisa di capai menggunakan kendaraan roda dua maupun
empat.
Kelebihan obyek wisata ini adalah
sebuah batu seukuran lapangan bulu tangkis yang terlihat agak unik.Layaknya
sebuah batu yang memang di letak kan di atas sebuah batu datar lain nya.
Selain sebagai tempat
wisata,kawasan obyek wisata Batu Buyung ini juga di kenali masyarakat sebagai
tepat yang memiliki nuansa magis cukup kuat.Hingga kerapkali orang-orang
mendatangi Batu Buyung untuk bernazar,semisal meminta sesuatu seperti nomor
buntut dan sejenisnya.
Banyaknya masyarakat yang
menjadikan Batu Buyung sebagai tempat bernazar,tak terlepas dari cerita di
balik keberadaan dan asal usul Batu Buyung itu sendiri.Yang konon hanya sebuah
batu kecil seukuran kepala bayi ( buyng.red ) yang berasal
dari Kerjaan Majapahit.
Di kisahkan,dalam satu misi
perluasan wilayah,satu armada kecil dari kerajaan Majapahit melihat sebuah ”
gosong ” yang aneh.Tampak seperti gosong,tapi pemandangan dari laut sangatlah
indah.Terpesona dengan keindahan gosong tersebut,serempak semua awak perahu
menghentikan pekerjaan.Mereka memilih menikmati keindahan tersebut daripada
melakukan pekerjaan.
Namun demikian,kendati memiliki
kesempatan,mereka tak berani langsung mendarat ke gosong tersebut.Takjub dengan
keindahan gosong tersebu,para awak perahu kerajaan Majapahit seperti merasakan
hanya mendatangi sebuah pulau tak ta berpenghuni saja..Tapi bedasarkan
pengalaman di pulau-pulau lain,mereka merasa yakin bahwa gososng yang indah ini
pasti ada penghuni nya.Dengan keyakinan tersebutlah kemudian mereka
menyempatkan diri singgah sebentar untuk sekedar beristirahat sambil menikmati
indahnya gosong tersebut.
Sesampai di tanah jawa,pimpinan
armada kecil itupun segera melapor kepada raja.Menceritakan pulau temuan yang
anggap ganjil dan penuh misteri ini.Mendapat laporan demikian raja merasa perlu
untuk segera menanggapinya.Pertemuan singkat pun di gelar untuk memutuskan
apakah pulau tersebut akan di beri tanda sebagai milik majapahit.Di akhir
pertemuan raja menginstruksikan hulubalang membuat sebuah tanda berupa subuah
batu yang di buat dari batu dapur ( Tanah liat yang di bulatkan,biasanya di
gunakan untuk membuat dapur api di rumah-rumah di kampong,sebesar kepala
buyung-bayi.red ).Mendapat instruksi demikian hulubalang pun segera menyiapkan
sebuah batu dapur lengkap dengan tali rantai yang panjang sebagai pengikat
pulau tersebut dari pulau jawa.
Setelah semua perlengkapan siap
rombongan kedua pun berangkat menuju pulau misterius tadi.Berbeda dengan misi
sebelumnya,kali ini anggota rombongan jauh lebih banyak.Singkat cerita setelah
rombongan tadi sampai di pulau misterius tadi,mereka segera meletakan Batu
Buyung di tempat nya sekrang ini.Dari Btu Buyung ini pula lalu di ikatkan
rantai hingga sampai ke pulau jawa.Sedang sebagian kecil tetap tinggal untuk
mengawasi sekaligus menjaga pulau tersebut agar tidak di ambil orang
lain.Penjaga inilah yang konon masih menghuni daerah dimana batu tersebut di
letak kan.Kepada beliaulah orang-orang minta sesuatu untuk kemudahan yang
bersifat duniawi.
Saat ini Batu Buyung tadi sudah
tidak seperti keadaannya pertama kali di bawa dari tanah jawa,yang hanya
seukuran kepala bayi.Tapi sudah membesar hingga menjadi seukuran lapangan
bulutangkis.Namun,yang aneh bin ajaib,letak Bati Buyung ini persis seperti
sebuah batu yang memang di geletakan di atas sebuah batu datar lain nya.
Menurut pendapat setengah
orang,jika batu ini di dorong baramai-ramai ia akan tergeser ke lautan.Tetapi
karena sekarang sudah di anggap batu berpenghuni,maka orang tak berani
lagimembuktikan nya.Pendapat lain juga mengatakan bahwa,penghuni Batu Buyung
saat ini ada tiga orang.Yaitu Bujang Tanggok ( Melayu/Islam ),Taopekong Gambar
Melayang ( Cina/Khong Hu Cu ), dan Penderas kilat Di Awan ( Kulit Putih/Kristen
)
Pendapat lain juga menyebutkan
bahwa,permintaan sesuatu kepada penunggu Batu Buyung ini akan bisa di kabulkan
setelah peminta melakukan pertapaan yang sangat berat ujian nya.Mula-mula
pertapa di lemparkan ke Gunung Baginda,lalu oleh penghuni Gunung Batu Beginda
di kembalikan ke Batu Buyung.Lempar melempar itu terjadi sebanyak tujuh kali
secara berulang-ulang.Nah,jika di pertapa berhasil melewati ujian pertama
ini,maka si pertapa akan di lemparkan ke sebuah gosong bernama GOSONG PARAK ,untuk
uji secara magis.Setelah seorang pertapa berhasil melewati ujian terakhir
ini,barulah apa yang di inginkan dan di sampaikan pertapa sebelumnya akan di
kabulkan.
Memang sejauh ini tak ada yang
menceritakan sudah berapa banyak pertapa yang di kabulkan permintaan
nya.Namun,sebagian masyarakat tetap yakin bahwa,batu yang semula hanya
berukuran kepala bayi itu telah berubah menjadi sebesar lapangan buluhtangkis
itu,tetap di jaga oleh pasukan yang di kirim oleh Raja Majapahit ketika
menguasai Pulau Belitung,hingga jadi terkesan angker.
Antu Berasuk
Cerita yang telah tertutur dari mulut ke mulut dan berkembang luas di
masyarakat Belitung ini bermula di sebuah kelekak ( kampong kecil
zaman dulu,red.) yang sekarang bernama Simpang Tiga,Kecamatan Gantung,Belitung
Timur.Hingga sekarang cerita ini menjadi semacam buku pegangan oleh para
pemburu.
Berasuk merupakan salah satu cara
berburu binatang huta,terutama pelanduk dengan bantuan anjing pemburu.Oleh
karena asuk ( anjing,bahasa Belitung,red.) memainkan peran cukup
besar,maka pemburuan ini di sebut nama berasuk.secara harfiah berarti
hantu sedang berburu.
Umumnya,orang-orang yang sering
berburu pada malam hari,pernah bahkan sering mendengar lolongan anjing menyayat
hati menggambarkan kepiluan.Suara lolongan-lolongan anjing itu terdengar
berasal dari hutan-hutan,terutama ketika bulan sedang purnama
penuh.Konon,kabarnya suara lolongan itu pertanda sedang ada antu berasuk
Prosesi berasuk sendiri lazimnya di
lakukan berkelompok dengan anggota 3 s/d 5 pemburu.Untuk mengarahkan binatang
buruan biasanya terlebih dahulu memasang pepa ( penghalang,red )
terbuat dari ranting pohon kecil sepanjang 60 s/d 70 yang ditidurkan hingga
setinggi 40 s/d 50 cm. pepa ini berfungsi sebagai pagar agar pelanduk yang
terkurung dan tidak bisa melopatinya.Pepa ini lazimnya bisa mencapai 5 s/d 6
km,atau di sesuaikan dengan jumlah anggota dalam kelompok pemburuan
tersebut.Pada rentangan pepa ,dalam jarak antara 80 s/d 100 meter sengaja di
kosongkan untuk memasang jerat pelanduk atau lapun.
Lalu dimana fungsi anjing ? Nah
anjing-anjing pemburu yang memang sudah terlatih biasanya di lepas di
hutan.Dalam satu perburuan,jika terdengar suara salakan,berarti anjing sudah
melihat seekor pelanduk dan segera mengejarkan.Berdasar suara salakan anjing
itulah para pemburu mmendatangi arah darimana suara gonggongan tersebut
berasal.
Akan halnya pelanduk yang terkurung
dalam pepa biasanya tidak bisa keluar.Satu-satunya jalan keluar adalah ruang
kosong pada rentangan pepa yang telah di pasangi lapun.Saat keluar di lubang
itulah pelanduk akan terjerat atau masuk lapun.Pelanduk hasil buruan,bagian
kepala di serahkan kepada kepala kampong sisanya di bagi rata antara anggota
kelompok perburuan.
Kisah antu berasuk sendiri bermula
di masa hidup penduduk Belitung masih betul-betul mengharapkan pada
alam,terutama kepada hutan dimana orang Belitung masih banyak meninggali daerah
pedalaman guna menghindari diri dari serangan para lanun atau bajak laut.
Alkisah,di sutu kelekak,sekarang
Simpang Tiga,tinggalah sepasang suami istri.Sang suami adalah pemburu
handal.Kehidupan keluarga itu tengah di naungi kebahagian.Sang istri sedang
hamil.
Lazimnya orang yang sedang
hamil,sang istri mengidamkan makanan yang aneh-aneh,dan harus dipenuhi.Suatu
hari ia berkata pada sang suami,ngidam ingin makan daging “ pelanduk buting
laki “.merasa kehendak itu adalh keinginan si jabang bayi dalam kandungan sang
istri dan kecintaan mendalam pada istrinya,sang suami pun menyanggupi untuk
memnuhi permintaan tersebut.
Singkat cerita setelah menyipkan
perlengkapan,besama teman nya dan seekor anjing,ia berangkat ke hutan,mencari
pelandok bunting laki,aku lum ken balik.”
Berhari-hari pemburu itu bersama
teman-teman nya menjelajahi hutan untuk memenuhi kehendak istri.Tapi setiap
berhasil mengkap pelanduk,yang bunting sekalipun,selalu pelanduk betina.Entah
sampai kapan pelanduk laki bunting tidak akan di dapatkan.Naun demikian sang
pemburu itu tetap bersikeras tidak akan pulang sebelum kehendak istri nya terpenuhi.
Karena sudah lebih dua pecan di
dalam hutan,teman si peburu minta izin pulang ke kampung.Sang pemburu itupun
tidak keberatan kepada teman nya,sebelum pulang,ia berpesan agar istri tetap
bersabar karena pelanduk bunting laki belum di temukan karena itulah ia belum
mau pulang ke rumah.
Setiba di kampung,teman si pemburu
itupun menyampaikan pesan suaminya kepada istri nya.Ia juga menceritakan segala
hal ihkwal perburuan nya yang selalu mendapatkan pelanduk betina yang
bunting,tak pernah ketemu berjenis laki-laki
Mendengar cerita itu,betapa sedih
hati sang istri pemburu.Sebab suaminya telah salah menerima ucapan nya sebab
yang dia maksud bukanlah pelanduk laki yang bunting,tapi pelanduk
betina,bunting yang dalam perut nya laki-laki.
Tiga bulan setelah kepergian
suaminya berburu,denga bantuan pengguling ( bidan kampung,red. ),sang istri pun
melahirkan bayi laki-laki.Sementara itu tak satupun penduduk kelekak,tersebut
yang tau menau kabar sang pemburu di dalam hutan.
Puluhan tahun berlalu.Sang anak
beranjak tumbuh besar,menjadi pemuda yang gagah.Namun,ia tetap
bertanya-tanya,kenapa tak pernah melihat ayah nya.Maka ia pun menanyakan hal
ikhwal ayah nya kepada sang ibu.Di desak anak satu-satunya sang ibu pun dengan
berat hati menceritakan bahwa,ayahnya sedang pergi ke hutan untuk mencari
pelanduk bunting laki buat dirinya semasa masih dala kandungan dan belum
kembali hingga sekarang.
Mendengar cerita itu,sang anak
merasa bahwa kepergian ayahnya yang tidak kembali lagi karena ia
sendiri.Hingga,sejak mendengar cerita itu,ia berusaha untuk mencari ayah
nya.Jalan pertema adalah menanyakan dimana ia bisa menemuhi ayahnya kepada
teman ayahnya terakhir berasuk dulu.Oleh teman si pemburu,ia di beritau bahwa
ayahnya sering terlihat di pinggir hutan dekat arungan/arongen ( aliran anak
sungai yang melintas di sekitar pemukiman yang sering di gunakan penduduk
setempat untuk memenuhi kebutuhan air.red ).
Mendapat informasi tersebut,segera
si anak pemburu itu menuju arungan di tepi hutan seeperti yang di tunjukan
menunggu kemunculan ayahnya.Namun,setelah beberapa kali menunggu,sang ayah tak
juga muncul.Karena itu ia pun mengubah cara untuk melihat dan menemuhi
ayanya.,dengan cara bersembunyi.
Suatu sore tampak ayahnya terlihat
singgah di tepi hutan dekat arungan.melihat keemunculan ayahnya,bukan kepalang
gembiranya sang anak.Tak sadar ia memanggil nama ayahnya sambil berlari
menghambur ke tempat ayahnya berdiri.Terperanjat ( terkejut dan
kaget.red ) mendengar suara panggilan seorang anak dan berlari menghambur ke
arahnya sang ayahpun segera berlari masuk kedalam hutan.
Kendati hasrat untuk melihat sang
ayah telah terpenuhi,tetap saja sang anak belum merasa puas.Ia pun segera duduk
di bekas ayahnya tadi duduk.Saking menahan jengkel ia menebang sebatang pohon
rotan segab ( satu jenis rotan.red ).Sambil berjongkok potongan rotan tadi di
buatnya simpai ( anyaman rotan berbentuk lingkaran yang biasa di
gunakan untuk pengikat.red ) dengan menggunakan lipatan lutut dan pahanya
sebagai ukuran.Setelah selesai,simpai tiupun di lepaskan nya dari lipatan
kakinya.Karena hari sudah gelap,ia bergegas dengan meninggalkan simpai nya
begitu saja.
Esok paginya sang anak kembali lagi
ke pinggir hutan itu bermaksud untuk mengambil simpai nya yang tertinggal.Tapi
apa yang di lihatnya ? Di kejauhan ia melihat ayahnya sedang asyik bermain-main
dengan simpai nya kemaren.Sesekali simpai itu ia masukan ke atas kepala,ke
lengan nya,kebesaran.Penasaran tak bisa mengenakan simpai tadi,ia pun segera
duduk berjongkok.Tanpa sadar ia memasukan simpai ke lipatan lutut dan
pahanya,hingga masuklah simpai tersebut dengan pas.Hingga ia tak bisa berdiri.
Melihat simpai itu masuk ke lipatan
paha dan lutut ayahnya,sang anak pun segera berlari menghampiri.Ia pun segera
menangkap ayahnya sambil menangis sesunggukan.
“ Sape kau lup ? ( siapa kamu ? ) “
Tanya sang ayah kepada sang anak yang memeluk nya itu,sambil terkaget-kaget.
Di Tanya demikian,si anak tak
menjawab sepatah kata pun.Ia hanya mengelus-ngelus jenggot ayahnya yang
panjang.
Dengan gemetar di pegang nya tangan
si anak,sambil bertanya kembali, “ Sape kau ne sebenare anak mude ? “( Siapa
kamu sebenarnya anak muda ? )
Si anak pun segera menjawab,” aku
adalah anakmu,ayah aku lah anak yang ada di dalam perut ibu ketika ayah pergi
berburu mencari pelanduk bunting laki,”
Mendengar jawaban si anak,sang ayah
kerasa betapa lama waktu telah di lewatkan nya untuk mencari pelanduk bunting
laki.Kalau melihat anak yang besar dan kuat di hadapanya,pastilah sudah pulahan
tahun..Menyadari hal itu,ingin rasanya ia kembai pulang ke rumah tinggal
bersama anak dan istrinya.Tapi karena ia telah bersumpa bahwa,ia tidak akan
kembali sebelum membawa pelanduk bunting laki di tangan nya ia mengurungkan
niat tersebut.
Sang anak pun terus berusaha
membujuk ayahnya agar segera kembali.Lagi pula,idaman ibunya sudah tidak
mungkin di mintai karena si anak sudah lahir dan sudah tumbuh sehat dan baik.
Kendati sudah di bujuk-bujuk sang
ayah tetap bersikeras akan terus mengembara di hutan belantara mencari pelanduk
bunting laki.Ia pun berkata pada anaknya.” Baiklah nak,sekarang kau pulang
lah.Sampaikan kepada ibumu,aku tak akan kembali sebelum pelanduk bunting laki
ada di tanganku.”
Cuma pesan ku,lanjut si
pemburu,”Jika kau pergi berasuk perhatikan pesan ini.Jika berasuk bulan purnama
sembilan ( hari kesembilan bulan muncul ),jangan kau ambil pelanduk yang lekat
di sebelah kiri,tengah dan kanan dari lapunmu.Pelanduk itu bagian ku.Lalu,jika
bulan raya tujuh belas ( hari ke -17 bulan muncul,purnama penuh ),itu bagian
ku.Dan kalau bulan purnama sudah ke -27 dan seterusnya,kami sudah ke laut untuk
mencari ikan.’
Mendengar pesan itu,si anak jadi
heran kenapa ayahnya masih juga mau mendapatkan pelanduk.Seteleh di terangkan
si ayah,barulah ia tahu bahwa,ayahnya telah terikat oleh sumpah di hadapan
ibunya.Dengan berat hati,si anakpun mohon diri kepada ayah nya sambil berujar.”
Ayah,bagaimanapun kau tetap ayahku.Namun jika ayah tidak mau kembali ke
rumah,apa boleh buat.Ananda akan mematuhi pesan ayah dan akan ku jaga ibu
baik-baik.Ananda mohon pamit ayah,” Sesudah mengucapkan kata-kata perpisahan
itu,sang anak pun melepaskan simpai yang “ Menjerat “ kaki ayahnya dan sang
ayah segera menghilang ke hutan belantara,melanjutkan pemburuan nya.
Setiba di rumahSang anak
menceritakan perihal pertemuan dengan ayahnya di pinggir hutan tadi.Sang ibu
pun isa memahami bahwa suaminya tak akan kembali ke masyarakat ramai dan ia
segera berdoa semoga kesalahanya di ampunkan yang kuasa.Sejak itu kedua anak
beranak ini selalu memperhatikan tanda-tanda purnama dan sang anak selalu
melakukan ayahnya demi “ pengabdian “ kepada sang ayah.
***
Menurut informasi,setiap pemburu yang mendapatkan pelanduk di lapun
mereka pada bulan ke sembilan,tak pernah mereka mengambil pelanduk-pelanduk
yang terjerat di lapun pertama,tengah dan akhir.Demikian pula ketika pada
purnama penuh tujuh belas,mereka tak pernah mengambil pelanduk yang lekat di
lapun yang selang seling.
Bahkan,menurut cerita,banyak
pemburu di belitung tak berani pergi berburu ke hutan pada malam purnama penuh
tujuh belas hari bulan,karena mereka takut atau khawatir bertemu dengan antu
berasuk.Namun,bagi pemburu berpengalaman,bulan purnama tujuh belas itu justru
menjai saat yang tepat untuk berburu.Konon kabarnya,mereka dapat mengajak antu
berasuk tadi untuk bekerjasama berasuk dengan sistem bagi hasil.Jika kena lapun
ganjil berarti punya antu berasuk dan jika kena lapun genap berarti milik
pemburu.Pada malam tujuh belas ini sering terdengar lolongan asuk merindukan
tulang,konon kabarnya suara lolongan itu adalah milik anjing si suami tadi yang
masih terus gentayangan di hutan-hutan bersama sang tuan nya.
Asal Usul Atau Sejarah Beripat Dan Beregong
Di kisahkan,pada zaman dahulu,di
kelekak Gelaggang (sekarang desa Mentigi) tinggal seorang gadis.Dizamannya ia
bisa dikatakan yang tercantik.Kecantikkan si gadis itu telah membuat para
pemuda baik dari kelekak gelaggang, maupun kelekak sekitar,ingin
mempersuntingnya.
Namun,lantaran banyaknya lamaran
datang,orang tua si gadis sulit untuk memutuskan siapa pemuda yang patut ia
terima sebagai menantunya.Apalagi orang tua juga tahu bahwa,sebagian besar
pelamar itu berilmu tinggi.Misalnyalnya,hanya dengan menunjuk saja ,burung yang
berterbangan akan jatuh .atau pohon yang ditampar bisa langsung meranggas dan
sebagainya.karena itulah,selain sulit menerima,orang tua sigadis juga kesulitan
untuk menolak.
Dalam kebinggungn itulah akhirnya
orang tua si gadis itu pun menemukan jawaban.Ia tidak akan menolak atau
menerima satupun dari lamaran tersebut.Ia akan baru menerima lamaran tersebut
dengan satu syarat .Yaitu yang berhak mendapatkan anak nya adalah lelaki
pemenang undian,dimana undian nya di tetapkan sendiri oleh peminang,tanpa
campur tangan nya
Diberi syarat demikian,para
peminang setuju.Mereka sepakat untuk melakukan permainan pukul-pukulan
dengan rotan,mengadu ilmu masing-masing.Siapa yang kena di bagian punggung di
nyatakan kalah.Tapi,jika kedua-duanya sama terkena pukulan,yang
keluar sebagai pemenang adalah adalah yang menerima pukulan paling
sedikit.Mereka juga sepakat menentukan hari permainan.
Hari yang disepakati itupun tiba
.Hari itu para peminang berkumpul di satu gelanggang yang telah disediakan
.siap memainkan adu pukul –pukulan dengan rotan.Sementara itu,baik penduduk kelekak
gelaggang maupun dari kelekak sekitar,berduyun-duyun datang ke geleggang untuk
menyaksikan adu sakti tersebut.Sebagai pengiring dipukul
gong,kelinang,tawak-tawak,gendang dan ditiuplah serunai.
Seiring bunyi-bunyian tersebut
,jago-jago tadi pun mulai ngigal (menari berputar-putar,red.)sambil
berseru :”ini die no”ritembab,cube pute (nah, ini die dari kelekak
ketembab,coba lawan).seruan itu sambil ngigal ,disambut jago lain,dengan beseru
:”ini no”ri balai ulu,nda”nulak pasang”.Sementara yang lain berseru pula,”ni
buntake no”ri
Nandong ,dirit bangkai_e”.(ini dari kelekak nandong ,diseret bangkainya,tidak akan mundur).Dan lain-lain seruan yang menandakan keberanian mengahadapi siapa saja.Pendek kata,di seling alat musik,terjadi perang seruan antara para jago tadi.
Nandong ,dirit bangkai_e”.(ini dari kelekak nandong ,diseret bangkainya,tidak akan mundur).Dan lain-lain seruan yang menandakan keberanian mengahadapi siapa saja.Pendek kata,di seling alat musik,terjadi perang seruan antara para jago tadi.
Sementara itu jago-jago lain
memperhatikan untuk mencari pasangan beripatnya dan bila ada yang telah
menyetuujui,masuklah ia ke gelanggang tepat ngigal tadi.,sambil menepuk
punggung bahu pengigal tadi berteriak “ kiape re “ ( gimana sudara ) seruan itu
akan di jawab pengigal musuh dengan jawaban “ Tulai “ ( Jadi.)
Menurut cerita dalam pertandingan
tersebut,karena sebagian peserta adalah orang-orang berilmu tinggi dan
sama-sama tidak terkalahkan,tidak seorang pun yang kalah maupun menang.
Demikian dongeng ringkas tentang
beregong/beripat.Atraksi budaya beregong /beripat,saat ini sudah jarang
dimainkan.Biasanya dimaikan pada acara tertentu saja,seperti acara Maras Taun.
Namun untuk menggelarnya tidak
mudah,karena harus dimainkan dengan pendukung lengkap.Di mulai dari
selamatan,pembangunan rumah tinggi ( balai peregongan ) setinggi 6 s/d 7 meter
yang di beri tangga buat para penabuh naik untuk memainkan alat musik
pukul,seperti : dua buuang gong besar,satu buah tawak-tawak,delapan buah
kelinang,dua buah gendang panang serta sebuah serunai.Untuk menaikan alat-alat
musik ini ke balai peregongan harus di pimpin seorang dukun atau ahli waris
pemilik gong.
Permainan beregong/beripat ini di
pimpin seorang dukun kampung di bantuu seorang juru pisah dan pencatat.Permainan
itu di selenggarakan pada malam hari.Setelah gong di
bunyikan ramailah pemain menari-nari ( ngigal ) sambil berseru-seru seperti
seruan peminang putrid cantik yang menjadii pemicu adanya permainan ini di
zaman dahulu.Jika seorang telah mendapat lawan,mereka berdua pergi ke tempat
dukun,lalu petugas menanyakan apakah sudah kenal sebelumnya dan lain-lain.Ada
juga isyarat bahwa jago yang bertanding tidak boleh datang dari kampung yang
sejalan.
Setelah dukun tidak
keberatan,keduanya membuka baju mereka dan harus terlepas dari pinggang ke
atas.Untuk melindungi kepala dan telinga,bagian kepala di tutup dengan sehelai
kain.Sementara tangan kiri dii kebat ( bungkus.red ) guna menangkis
pukulan lawan,juga menggunakan kain sampai sebatas lutut.
Sebelum di mulaii dukun pun akan
memberi tahu peraturan yang harus di taati,semisal : tidak boleh menyerang
dengan mengecoh ( menyerunduk ),harus saling serang dan tidak menyerang bagian
kepala ataupun bagian pinggang ke bawah.Pukulan yang di anggap sah adalah yang
kena bagian belakang.
Sebelum pertandingan di mulai kedua
rotan pemain di periksa dan di ukur sama panjang,kemudian di gosok dengan air
jampi-jampi ( mantra ) yang sudah di sediakan sebelumnya.Konon kabarnya,air
jampi ini berkhasiat untuk menahan sakit meskipun kena pukulan berbekas besar
(bintor,istilah setempat.red ) tapi baru terasa sakitnya
setelah sampai di rumah.
Setelah rotan di beri air
jampi,semuanya bersiap-siap.Kedua pemain pun masuk ke gelanggang di iringi
tampik sorak penonton.
Hikayat Putri Sri Pingai
Cerita ini ada hubungan nya dengan
kisah Tuk Pancor yang setelah sekian lama bermukim di kelekaknya tak juga
memperoleh seorang anak.Hingga sunyilah rumah nya sepanjang hari.
Suatu hari pada musim selatan,air
laut sedang surut pada pagi hari,Tuk Pancor dan Nek Pancor menghilir ke laut
untuk menangkap ikan.hari itu,dari pagi air sudah bergerak pasang,belum seekor
ikan pun yang berhasil di tangkpa oleh pasangan suami istri.
Satu ketika alat pengakap ikan
mereka berhasil menangkap beberapa ekor ikan dan sepotong bamboo.setelah ikan
di ambil bambu itu pun di buang kembali ke laut.anehnya,ketika mereka kembali
mengangkat pengakap ikan nya,selalu saja bambu itu terikut.hal ini membuat Tuk
Pancor gusar.setelah berulang kali terjadi bamboo tadi ia ambil dan di letak
kan di dalam kapal.ketika air semakin pasang, pasangan suami istri ini pun
memutuskan pulang.
Matahari sudah hampir tenggelam
ketika pasangan suami istri sudah sampai di rumah.Nek Pancor langsung membenahi
hasil tangkapan hari itu.sebagian di siapkan untuk hidangann santap malam.dan
sebagian lagi unttuk di garami ( di keringkan ).sedangkan Tuk Pancor membenahi
alat penangkap ikan.bambu yang mereka bawa pulang tadi di taruh di kaki tangga
di depan pondok.
Ke esokan paginya Tuk Pancor
bermaksud berburu kijang ke hutan.Nek Pancor memasak nasi untuk bekal alat
penangkap kijang –(di sebut lapum) telah di siapkan.setelah hsemua siap,Tuk
Pancor berangkat ke hutan.cuaca pagi itu sangat cerah.
Sepeninggal suaminya berburu Nek
Pancor bersiap-siap untu menjemur padi di halaman depan rumah.padi sebanyak
satu ambin.( 2 kaleng minyak anah ),di hamparkan di atas sehelai tikar.untuk
menjaga agar tikar tidak di terbangkan angina,pada setiap sisinya dipasang kayu
melintang.salah satunya bambu yang di bawa suaminya dari laut kemarin.Nek
Pancor duduk menunggui jemuran padi sambil sesekali masuk ke dalam rumah.
Satu keanehan luar biasa
terjadi.cuaca yang tadi nya cerah dan terang benderang seketika menjadi gelap
gulita,seperti malam hari.awan gelap menggumpal-gumpal seiring dating
gerimis.titik-titik hujan pun secara perlahan berubah menjadi hujan lebat.dalam
lebatnya hujan,tiba-tiba terdengar suara letusan keras.Nek Pancor,yang sedang
sibuk mengangkat jemuran padi,terkejut bukan alang-kepalang mendengar letusan
itu.
Nek Pancor lebih terkejut lagi,
dengan apa yang dia dengar setelah letusan itu.sayup-sayup, di antara deru angina
dan hujan,terdengar suara tangisan bayi.semula Nek Pancor tak percaya dengan
apa yang di dengar nya itu.dalam hati,ia hanya beroikir, “ah ini gak salah
pendengaran saja.”tapi ,begitu ia memusatkan perhatian ke asal suara letusan
dasyat tadi, yakin lah ia bahwa itu bukan salah pendengaran.
Bukan hanya itu ia malah
kaget,kerena bamboo yang ia gunakan untuk menggalang jemuran padi telah
terbelah dua.lebih kaget lagi ia ketika melihat persis di tengah belahan bamboo
tadi terdapat jabang bayi sedang menangis.Nek Pancor pun segera mengambil bayi
itu dan segera membersihkan nya.setelah di bersihkan ,bayi itu ia selimutidan
nini bobok kan hingga bayi itu berhenti menangis dan tertidur.
Seiring dengan itu hujan di luar
pun turun semakin lebat.mbak di curahkan dari langit saja.air mulai menggenang
di mana-mana.jemuran padi yang belum sempat di angkat Nek Pancor mengambang di
halaman.
Di tengah hutan,Tuk Pancor yang
tengah berburu di hutan juga kehujanan.dalam hujan lebat itu ia berhasil
menangkap seeokor kijang besar dan gemuk.hasil tangkapan itu,membuat ia
seeakan-akan tidak merasakan sedikitpun dingin nya hujan.kijang hasil buruan
itu ia panggul di atas pundak dan bergegas pulang kembali menuju pondok.
Sementara hujan pun tak ada
tanda-tanda akan berhenti.Malah terus makin hujan.Tiba pada suatu lemong (
cekukan sungai,red ) yang ari nya telah meluap perjalanan Tuk Pancor
terhenti.Ia tak bisa menyerbang.Titian lemong telah raib terbawa arus air.Dihadapakan
dengan kondisi demikian Tuk Pancor meletakan kijang nya dan memotong batang
kayu jemang yang ukuran nya agak besar.setelah itu batang jemang ia rebahkan
melitang hingga ujung nya hingga ke ujung serbang.sesaat kemudian Tuk Pancor
kembali memanggul kijang nya dan menyebrangi titian dari kayu jemang tadi
dengan langkah bergegas.Hingga sekarang,tempat Tuk Pancor meyerbang tadi di
kenal dengan sebutan LEMONG TITI JEMANG,yang berarti cerukan sungai yang
memilik jembatan dari batang jemang.
Singakat cerita,dalam lebatnya
hujan,setelah bergegas akhirnya Tuk Pancor pun sampai di pinggir ladangnya.dari
jauh dia bisa mulai melihat pondok.kian lama kian dekat.begitu memasuki halaman
pondoknya ia tertegun mendapati hamparan tikar yang penuh padi mengambang.tak urung
cemas dan curiga pun muncul dalam hatinya.apalagi semua pintu dan jendela
tertutup,kecuali jendela kamar.
Dalam kecemasan nya Tuk Pancor
memanggil-manggil istri nya.Tapi,kendati telah berkali-kali memanggil,tak ada
jawaban.Dengan cemas, ia pun segera meletakan hasil buruan nya di tangga
pondok.Sekejap kemudian ia masuk ke dalam pondok dengan parang terhunus di
tangan kanan.Air dari pakaiannya yang basah bercocoran di lantai pondok.Di
carinya Nek Pancor ke dapur.Tak ada,yang ia temukan hanyalah periok nasi yang
sedang terjerang di atas tungku.
Terakhir,ia masuk ke kamar
tidur.Bukan alang kepalang kaget Tuk Pancor ketika menyaksikan apa yang ia
dapati di kamar itu.Nek Pancor sedang asing mengeloni bayi.Melihat kedatangan
sumainya Nek Pancor pun segera memberi isarat gar tidak berisik.Tuk Pancor
meras legah karena tidak terjadi sesuatu,seperti yang ia cemaskan
sebelumnya.Tapi,hatinya dipenuhi tanda Tanya,darimana asal usul bayi tersebut ?
Saat Tuk Pancor sedang berganti
pakaian perlahan-lahan Nek Pancor bangkit sambil berjingkat ia mengamit lengan
suaminya dan mengajak kedapur.Nek Pancor pun kemudian menyeritakan hal ihkwal
sang bayi.Terjawablah teka teki sang bayi bagi Tuk Pancor.
Dengann penuh kegembiraan pasangan
suami istri inipun mengangkat anak si bayi tadi dan memberi nama “ SRI PINGAI
“.Namun, setelah ia tumbuh menjadi anak-anak Tuk Pancor sering memanggilnya
manis.
Seiring dengan itu hujan pun mulai
redah teringan kijang hasil buruan masih terletak di tergeletak di tangga depan
pondoknya.Tuk Pancor bergegas keluar.Tak lama kemudian ia telah membuat api
untuk mencabuti bulu kijang tadi.ketika Nek Pancor mau membantu ia melarang nya
dan menyuruh agar Nek Pancor menjaga Sri Pingai.Semua urusan masak di ambil
alih oleh Tuk Pancor.Setelah kehadiran Sri Pingai kehidupan pasangan suai istri
ini selalu di penuhi kegembiraan.
Belasan tahun berlalu.Sri Pingai
pun menjadi kembang kelekak “ TUK PANCOR”. Tapi belum seorang pun yang berani
dan berhasil menggaet hatinya.
Suatu hari sebuah kapal mendarat
dipinggir sungai sekitar kelekak “ Tuk Pancor”.Pemilik kapal itu kemudian di
kenali bernama TEMANGGUNG SINGARANU.sebagai perjaka tulen,tentulah hatinya
tergerak untuk menentukan pasangan hidup.
Pada suatu sore yang cerah
Temanggung Singaranu berjalan-jalan di kelekak Tuk Pancor untuk besilaturahmi
dengan penduduk kelekak.Sebagai pendatang baru,ia harus segera menyatu dengan
masyarakat setempat.Sedang asik berjalan-asik ia meliaht seorang gadis cantik
dengan rambut hitam tergerai sampai ke punggung,berhidung mancung dengan mata
bersinar.Siapa gerangan dia,Tanya Temanggung dalam hati.
Karena merasa masih baru tinggal di
daerah itu,Teanggung tentu saja masih menjaga diri untuk mendekati gadis cantik
tadi.Namun sepanjang perjalan keliling kelekak ia tak bisa menghilangkan
bayangan Si Gadis.Bahkan diamanapun dan kemanapun ia pergi selalu saja wajah
sang gadis membayang di pelupuk matanya.
Setelah mencari tau kesana
keamari,ia pun tau bahwa si gadis yang telah menggoda nya itu adalah Sri
Pingai,anak Tuk Pancor,Kepala Kelekak yang sangat di segani penduduk
setempat.Dan sekitar awak kapalnya.Dengan sikap berani Singaranu segera
menghadap ke Pancor untuk melamar Sri Pingai.
Namun adat setepat tak bisa begitu
saja menerima lamaran.Karena itulah Tuk Pancor pun belum mengiakan dan merestui
kehendak Singaranu betapa pun ia menyadari bahwa hidup nya tak lama lagi dan
Sri Pingai sudah cukup dewasa untuk berkeluarga.Maka tuk pancro pun meminta
waktu 7 hari untuk memikirkan sebelum menjawab Singaranu
Tuk Pancor berpikiran bagaimana pun
ia harus tau dulu asal muasal Singaranu sebagai calon suami Sri Pingai.Selama
7 hari tersebut,dengan menggunakan pihak lain tuk Pancor mencari keterangan
tentang asal muasal Singaranu,kepada awak kapal atau anak buah kapal Singaranu.
Setelah mengetahui asal muasal
Singaranu dan menilai cocok sebagai suami Sri Pingai,sampai lah waktu untuk
menjawab lamaran Singaranu.Musyawarah keluarga dan saudara Tuk Pancor dan kaum
tua lainya serta kemauann Sri Pingai sendiri bulat untuk meemutuskan menerima
lamaran Singaranu.Berita gembira itu pun di sampikan kepada singarnu yang sudah
tak sabar menunggu.
Setelah mendengar kabar gembira
itu,Singaranu merasa legah.Karena baru kali inilah hatinya baru tergerak untuk
berkeluarga dan ternyata keinginan itu mendapat sambutan baik dari keluarga Sri
Pingai.Maka ia pun berjanji pada dirinya sendiri akan mengurus dan membela
istrinya dengan sebaik-baik nya dan berusaha untuk tidak jauh-jauh dari Sri
Pingai,apalagi setelah ia tau bahwa Sri Pingai adalah anak kesayangan Tuk
Pancor.
Hari yang dii nanti-nanti itu pun
tiba.Tuk Pancor menggelar perhelatann besar selama
7 hari 7 malam yang tiada tanding nya pada waktu itu.Segala bentuk permainan
adapt setempat di gelar.Masyarakat kelekak Tuk Pancor bahkan dari kelekak yang
jauh letak nya berdatangan untuk menghadiri perhelaan tersebut.Pendek
kata,selama sepekan itu, kelekak Tuk Pancor berubah menjadi tak ubah seperti
pasar malam.
Demikian lah,setelah perhelatan
usai,Sri Pingai dan Singaranu menjadi sepasang suami istri dan tetap tinggal di
rumah Tuk Pancor.Singaranu betul-betul tipe suami yang di harapkan Tuk Pancor
dan Nek Pancor.Mengingat keduanya sudah tua, dan sudah mulai sakit-sakitan
tanggung jawab rumah tangga itupun di ambil alih pasangan muda itu.
Namun ajal tetap ada di tangan
kuasa.Suatu hari Nek Pancor menderita sakit keras.Tak lama kemudian ajal dating
menjempunya.
Kematian Nek Pancor ini membuat Sri
Pingai sedih bukan alang kepalang.Belum habis masa berkabung Sri Pingai,Tuk
Pancor menyusul kepergian Nek Pancor.Tuk pancor di makam kan di kelekak,itu
juga,berdampingan dengan makam isitri nya.( kini,makam keduanya bisa di temukan
di bekas kelekak Tuk Pancor,tak jauh sekitar 8 km dari kembiri menuju arah air
kundor membalong.Red )
Di tinggal kedua orang tua nya
secara beriringan,tak pelak membuat keluarga muda yang masih mengharap
bimbingan keduanya. Ini terpukul.Terlebih-lebih Sri Pingai.Setiap pergi mandi
ke sungai tempat biasa ia sering di mandikan masihh kecil oleh mendiang Nek
Pancor,setiap kali pula ia menangis.Menyadari kejadian itu,Singaranu tak mau
berdiam diri.kalau di biarkan berlarut-larut bisa-bisa Sri Pingai menjadi gila.Singaranu
pun berdiskusi dengan anak buah nya di kapal.Seorang anak buah Singaranu pun
berujar,”Juragan,ku kira lebih baik kita membawa Sri Pingai ke tanah
sebrang,ketenah kelahiran juaragan.apalagi selama ini juaragan belum pernah
mengatakan keberadaan juragan.karena itu,inilah saat nya sekaligus untuk
merubah sikap Sri Pingai.barangkali ia perlu suasana baru untuk menerima
kematian orang tuanya”.
Mendengar saran simpatik tersebut
Singaranu memutuskan untuk kembali ke negri asal nya memperkenal kan sang istri
kepada keluarga nya,sekaligus menghibur istrinya yang terus berduka.Di siapkan
lah segala macam bekal yang akan di bawa selama perjalanan,Bagian di dalam
kapal juga di ubah,dengan memberi keperluan khusus untuk keperluan Sri Pingai
dan Singaranu untuk beristirahat.
Tepat pada ssat keberangkatan kapal
Singaranu,Semua kelekak Tuk Pancor pergi mengantar.mereka sangat terkesan
dengan kehadiran Singarnu selama ini.Ia selalu memberikan bantuan pemecahan
masalah yang di hadapai penduduk kelekak.Bahkan tak segan- segan mengerahkan
anak buah kapal nya jika terjadi gangguan keamanan dari luar,seperti bajak
laut/lanun.Itulah sebenarnya mengapa peenduduk kelekak Tuk Pancor rela
meninggalkan ume barang sesaat. Untuk melepas kepergian Sri Pingai dan Singarnu
menuju negrii sebrang.Bahkan,sebagian ada yang mengantar hingga ke muara sungia
kembiri.
Begitu kapal Singarnu melepas
jangkar tak urung isak tangis penduduk kelekak Tuk Pancor menggema di iringi
lambaian.Seiring gerimis,perlahan kapal Singaranu bergerak meninggal kan
kelekak Tuk Pancor menyusuri sungai kembiri menuju ke muara.Sebelumm akhirnya
menuju laut lepas.
Rupanya alam pun ikut larut
melepaskan kepergian Sri Pingai. setelah kapal Singaranu lepas dari muara
sungai kembiiri dan berada di laut lepas turun hujan deras.seperti di curahkan
dari langit.Persis seperti kondisi saat bamboo tempat asal Sri Pingai
meledak.Seiring dengan itu gelombang laut pun mulai meninggi dan mengganas.
Dari pinggir sungai
kembiri,sebagian penduduk yang mengantar kepergian Sri Pingai sampai
muara,samar-samar menyaksikan kapal Singaranu terombang-ambing di permainkan
gelombang laut yang kian mengganas dalam hantaman badai kapal itu pecah
terbelah dua.Semua penumpang nya tak ada yang selamat termasuk pasangan Sri
pingai dan Singaranu.Sejak kejadian itu penduduk kelekak Pancor pun hanya saja
bisa mengingat-ingat Sri pingai.
Konon sejak kejadian itu hingga
berapa tahun silam masyarakat sekitar kerap menemukan seekor buaya berbintik
kuning di punggung dan dadanya di iringi seekor buaya gemuk dan pendek hilir
mudik di sungai kembiri.Kedua buaya itu sering berhenti di tempat Sri Pingai
semasa masih hidup di mandikan Nek Pancor serta berenang bersama teman
sepermainan.Memperhatikan tingkah lakunya,masyarakat setempat beranggapan bahwa
kedua buaya tersebut adalah jelmaan Sri Pingai dan Singaranu yang masih
menghuni sungai kembiri.
Hikayat Padang Penyengat
Kisah ini bermula dari kedatangan
Adipati Cakaningrat I ke Belitung,yang semulanya bermukim di daerah Balok (Balok Lama)
pada akhir abad 16 awal abad 17,di riwayatkan sebagai keturunan langsung bupati
Mataram yang pertama.Menurut riwayat seetempat,saat Cakaningrat pertama datang
di belitung,telah ada sebuah wilayah “kerajaan” local,yaitu kerjaan Badau yang
takluk pada majapahit.Kerjaan ini didirikan seseorang bangsawan berasal dari
Gresik,yang kemudian di kenali sebagai “Datuk Mayang
Gresik” dan menamakan diri “Kiai Ronggo Udo”.
Berbeda dengan Cakaningrat Datuk
Mayang Gresik mendarat di sungai Berang,dan kemudian menempati daerah gunung
badau,antara daerah Pelulusan dan Nyuruk sekarang ini,dimana terdapat makam
raja badau.Raja terakhir dari generasi ini adalah Kiai Ronggo Udo.Sayangnya
beliau tidak mempunyai keturunan laki-laki.Beliau hanya mempunyai anak gadis
bernama Nyai Sitti (Dewi) Kesuma yang kemudian menjadi isitri raja balok
pertama yaitu Kiai Rangga
atau Adipati Cakaningrat I atau Kiai gede Jakub.
Pada suatu waktu terjadi
perselisihan antara kerajaan balok dan kerajaan badau,tentang siapa membawahi
siapa.Raja balok mengklaim bahwa raja badau harus berada di bawahnya.Namun Raja
badau tidak menerima keadaan ini,karena merasa lebih dulu dating ke belitung,di
buktikan dengan adanya umbul-umbul merah putih yang di bawah dari majapahit
ketika datuk mayang gresik tiba di belitung.Bukti-bukti sejarah tersebut hingga
kini masih tersimpan di Museum Badau.
Keberatan Raja badau itu,membuat
raja balok tidak senang dan kurang puas terhadap raja badau.Hingga setiap kali
ada pertamuan antara keduanya,selalu terjadi adu mulut walau belum menjurus
kepada adu fisik.
Setelah kesalapahaman itu berlarut-larut
suatu hari datanglah utusan dari raja balok ke kerajaan badau untuk
menyampaikan ajakan adu kekuatan atau perang tanding di kerjaan balok.Oleh raja
badau utusan ini utusan ini disuruh menyampaikan kepada raja balok,agar siap
menerima kedatangan guna memenuhi tantangan tersebut.Namun sebelum pulang
orang-orang raja badau terlebih dahulu menggunduli kepala utusan raja balok
tersebut.
Setiba di balok,murkalah raja balok
atas perlakuan kurang ajar terhadap anah buah nya itu.waktu itu membotaki
seorang utusan adalah penghinaan besar bagi kubu yang mengurus.Hingga Taja
balok makin bersemangat untuk segera perang tanding dengan raja badau.
Akhirnya.waktu perang tanding
itupun tiba.raja balok sudah menyiapkan penyambutan besar-besaran bagi raja
badau disuatu lapangan terbuka,tempat ia biasa melatih para pengawalnya
berperang,yaitu padang penyengat.raja badau merasa sangat gembira ketika tiba
di lapangan itu,karena merasa akan menang dalam pertandingan
tersebut.Kegembiraan raja badau itu rupanya tercium oleh raja balok,yang ia
sindirkan dengan kegembiraan terakhir sebagai orang yang akan takluk
Maka di mulailah perang tanding
antara kedua pasukan kerajaan.Namun,kendati semua system perang dan
pertandingan sudah di lakukan tak ada juga pihak yang menyatakan diri sebagi
pemenang maupun merasa kalah.Pada pertandingan terakhir tibalah giliran raja
balok dan raja badau untuk saling adu kemampuan.Karena korban yang jatuh sudah
sangat banyak mereka sepakat untuk tidak melakukan duel fisik secaa terbuka
yakini adu sepak takraw.
Sebagai tamu raja badau yang di
beri kesempatan pertama dan berhasil menyepak raga hingga 10 meter.Ketika
giliran raja balok tiba suasana menjadi sunyi senyap,hening.dan raja balok
mampu menyepak raga hingga lebih ari 12 meter.
Melihat kenyataan bahwa dirinya
kalah dari raja balok,raja badaupun bersumpah,”Mulai detik ini tujuh keturunan
kita tidak boleh bersatu (kawin) kalau ini di langgar maka celaka lah
semuanya.”
Sesuai peran tanding semua anggota
pasukan menuju sebuah telaga untuk membersihkan senjata tajam
masing-masing,saking banyaknya anggota pasukan yang mencuci senjata,seketika
air telaga itu menjadi merah,hingga kemudian telaga itu di kenal dengan sebutan
TELAGA DARA.
Akan sumpah raja badau,hingga
keturunan ketujuh memang masih perlu di perdebatkan.Namun,di desa bantam ada
seorang tua dari badau berkeluarga dengan orang balok dan sudah delapan anaknya
meninggal dunia.Setiap kematiannya sama,satu kakak tidak pernah punya adik.jika
adik lahir maka sang kakak akan meninggal dunia,dan begitu seterusnya.Apakah
itu karena sumpah Raja Badau ? wallahualam Bissawab.
Hikayat Tuk Kundo
Sekitar kilometer 30 dari
Tanjungpandan menuju Kelapa Kampit, terdapat terdapat sebuah kampung bernama
Parit Gunong. Berjarak 300 meter dibelakang kampung yang terletak di kaki
Gunung Tajam ini, terdapat sebuah kuburan Islam, dimana salah satunya adalah Makam
Datu’ Kundo. Beliau adalah salah satu dari murid Syekh Said Husein Abdullah,
penyebar Agama Islam di Belitung.
Diceritakan ketika Tu’ Kundo datang
ke daerah ini, kehidupan penduduknya masih
diliputi suasana animisme. Tidak ada suasana Islam sama sekali. Sehari-hari,
selain dari hasil buruan pelanduk, rusa dan burung, penduduk masih memakan
lutong, kera serta Gadog (babi hutan, red.).
Dalam suasana dan situasi seperi itulah Tu’ kundo dengan penuh semangat mcnyebarkan Agama Islam. Dalam riwayatnya tak diketahui asal-usulnya, apakah pendatang dari luar pulau atau penduduk setempat yang berguru pada Syekh Said Husein Abdullah. Namun, umum mengakui Tu‘ kundo sebagai penyebar Islam paling berhasil di antara tujuh murid Syekh Said Husein Abdullah.
Dalam suasana dan situasi seperi itulah Tu’ kundo dengan penuh semangat mcnyebarkan Agama Islam. Dalam riwayatnya tak diketahui asal-usulnya, apakah pendatang dari luar pulau atau penduduk setempat yang berguru pada Syekh Said Husein Abdullah. Namun, umum mengakui Tu‘ kundo sebagai penyebar Islam paling berhasil di antara tujuh murid Syekh Said Husein Abdullah.
Di kampung Parit
Gunong ini, Tu’ Kundo menetap di pondok Mak Gadog, seorang janda yang memiliki
gadis yang menginjak dewasa. Suatu hari datanglah lamaran untuk putri Mak
Gadog. Karena tak ada keluarga yang ditunggu serta tak ada yang diajak
bermusyawarah lagi, Mak Gadog pun menyetujui lamaran tersebut.
Setelah lamaran diterirna,
dipersiapkanlah segala sesuatu yang berhubungan dengan acara kenduri yang akan
dilaksanakan sesudah panen Mak Gadog tahun ini.jadi untuk persiapan, beras
sudah tak ada persoalan lagi, tinggal lagi lauk-pauk kundangan. Maka Mak
Gadogpun berusaha untuk mencari ikan d sungai dengan memasang tekalak.
Perangkap ikan ini terbuat dan bambu yang dianyam berhentuk seperti terornpet
dengan bagian depan agak kecil dan membesar pada bagian badan lalu mengecil
lagi pada bagian belakang. Pemasangannya, bagian depan diletakkan menghadap
arus air, hingga ikan yang yang masuk dan terkurung di bagian tengah namun tak
bisa keluar lewat belakang karena ukurannya kecil.
Namun, ketika memasang tekalak,
keberuntungan nampak masih
belum berpihak pada Mak Gadog. Ditemani Tu’ Kundo, setiap malam mau mengambil
ikan selalu saja tekalak-nya kosong melompong.
Pada suatu malam, tu’ Kundo datang
seorang diri ke tempat Mak Gadog memasang tekalak. Tu’ Kundo curiga,
kalau-kalau ikan dalam tekalak telah terlebih dulu diambil orang lain.
kira-kira menjelang subuh tiba-tiba Tu’ Kundo melihat kelabat sebuah bayangan
mendekati tekalak Mak gadog. Di tangan bayangan itu nampak benda berkilat
memancarkan sinar warna keemasan. Melihat bayangaan itu, Tu’ Kundo segera
bersembunyi dibalik sebuah pohon besar tak jauh dari tekalak Mak Gadog, sambil
memperhatikan sosok dibalik bayangan tersebut.
Setelah diamati dengan seksama, Tu’
Kundo bisa melihat jelas bayangan tersebut. Yang ternyata seorang tua berbaju
putih memegang sebuah tongkat berwarna keemasan. Yakin dengan apa yang
diamatinya, segera Tu’ Kundo menyerang, karena mengira pastilah orang tua
tersebut yang selama ini mencuri ikan-ikan dalam tekalak Mak Gadog. Rupanya
kakek tua itu bukan sembarang orang. Kendati sempat melakukan perlawanan ia
akhirnya bisa dikalahkan Tu’ Kundo. Namun belum sempat Tu’ Kundo membunuhnya,
tiba-tiba kakek tua itu berkata, “Nak jangan kite lanjutkan perkelahian ini.
Jangan ade di antare kite nok harus mati, sebab kan ngerugikan kite sendiri.
Sekarang, gini saja’ Sebutkan ape saja’ nok kau endake, semue pasti kan
kukabulkan.”
Tu’ Kundo heran dengan perkataan
orang tua ini. Sebab terdengar seperti bukan orang sembarangan. Kanena itu
diputuskanlah untuk tidak membunuhnya. Kepada orang tua itu Tu’ Kundo hanya
minta nani mulut. “Kek, beri’ aku nani mulut,” ujar Tu’ Kundo.
Mendengar permintaan Tu’ Kundo,
orang tua itu kembali bertanya, “untuk ape kau minta nani mulut, nak?”
“Untuk ngembantu’ ngalakan
urang-urang nok nyalae’ aturan dan ndak nurut kan aturan agama kamek,” jawab
Tu’ Kundo.
Mendengar jawab Tu’ Kundo, orang
tua itupun membuka mulut Tu’ Kundo dan meludahinya sebanyak lima kali. Setelah
itu, orang tua itu pun menghilang seiring datangnya pagi.
Ketika hari sudah semakin terang, Tu’
Kundo segera mengambil ikan dari tekalak Mak gadog. hari itu karena datang
lebih dulu, Tu’ Kundo berhasil membawa ikan banyak sekali. Dalam perjalanan
pulang Tu’ Kundo mencoba apa yang telah didapatnya dari orang tua tadi.
Diarahkan pandangannya pada burung yang sedang berkicau, sambil berkata, “Sine’
kau burong” ajaib, semua burung yang dipanggil Tu’ Kundo terbang ke arahnya dan
hinggap di pundak, hingga membuatnya kewalahan. Rupanya, kata Tu’ Kundo dalam
hati, betul apa yang dikatakan orang tentang kehebatan seseorang yang memiliki
nani mulut. Kalau begitu, fikir Tu’ Kundo, lebih baik ku musnahkan saja kera
dan lutong di pohon-pohon yang ada di hutan ini. Sebab, masih banyak penduduk
yang telah memeluk agama Islam saat itu yang memakan kera dan lutong.
Karena itu setiap melalui pohon
yang dihuni kera dan lutong di sepanjang perjalanannya pulang Tu’ Kundo selalu
berteriak “Matilah mika’ semue !” Usai berkata demikian serempak kera dan
lutong yang ada di pohon berjatuhan ke tanah. Mati karena tuah nani milut Tu’
Kundo.
Setibanya di rumah, Tu’ Kundo
menyerahkan semua ikan basil tangkapannya kepada Mak Gadog. Namun, ia tidak
menceritakan pertemuannya dengan orang tua di dekat tekalak Mak Gadog.
Sebenarnya dengan Mak Gadog ini, Tu’ Kundo merasa berhutang budi, karena telah menyediakannya tempat tinggal. Tapi menghadapi Mak Gadog ini sangat hati—hati dan tidak mau
buru-buru meng-Islamkan-nya. Akhirnya, dengan kesabaran dan caranya sedikit demi sedikit Tu’ Kundo bisa mengajak Mak Gadog ke jalan Islam. Bahkan, ketika kendurian anaknya, Tu’ Kundo bisa meminta Mak Gadog untuk tidak menyediakan makanan yang diharamkan, seperti gadog, kera dan lutong.
Sebenarnya dengan Mak Gadog ini, Tu’ Kundo merasa berhutang budi, karena telah menyediakannya tempat tinggal. Tapi menghadapi Mak Gadog ini sangat hati—hati dan tidak mau
buru-buru meng-Islamkan-nya. Akhirnya, dengan kesabaran dan caranya sedikit demi sedikit Tu’ Kundo bisa mengajak Mak Gadog ke jalan Islam. Bahkan, ketika kendurian anaknya, Tu’ Kundo bisa meminta Mak Gadog untuk tidak menyediakan makanan yang diharamkan, seperti gadog, kera dan lutong.
Jadilah akhirnya Tu’ Kundo sebagai
juru bicara Mak Gadog setiap ada tamu yang menanyakan tetang makanan kepada Mak
Gadog “Mak Gadog ndak ade nyediakan nok ini agi’. Mun gi’ tadi’ se mimang
banyak panggang gadog, kera kan lutong,” kata Tu’ Kundo kepada setiap tamu Mak
Gadog.
Hingga akhirnya satu di antara
undangan Mak Gadog berkomentar, “Mak Gadog ne mimang la beruba andang-andangan
ini. Biasenye belau ne ndak keabisan nok itu te’. Tapi kitu te nda’ bagi’
barang sekerubitan.”
Mendengar komentar tamunya, Mak
Gadog pun menyahut, “Sebenare aku tu ndak ade agik ko kan nok kitu. La
kukaperkan semuenye.”
Lalu Tu’ Kundo pun menyambung, ”
Mun Mak la ngaperkannye, make gadog, kera, lutong tadi’ jadi kaper semuenye.”
Rupanya kejadian pada selamatan
anak Mak Gadog secara perlahan telah membuka hati penduduk Parit
Gunong untuk mengikuti ajaran Islam.
Sementara, oleh Tu’ Kundo,
cara-cara menyebarkan islam seperti di rumah Mak Gadog dikembangkan sebagai
model dalam penyebaran agama Islam di daerah-daerah lain di kemudian hari.
Setiap turun ke keleka’, dusun, kampung, ume, gunung dan lembahnye sekitar
tempat tinggalnya dan wilayah sekitar tak pernah ada pemaksaan oleh Tu’ Kundo
kepada penduduk, tapi dengan memanfaatkan situasi yang sedang terjadi di
masyarakat. Hingga dalam syiarnya tidak pernah terjadi konflik masyarakat yang
di—Islam—kaunya. Malah, dengan caranya itu, Tu’ Kundo jadi sangat populer di
masyarakat.
Singkat cerita, setelah Usianya
bertambah tua, Tu’ Kundo menghabiskan sisa hidupnya dengan mcnjadi imam jamaah
mesjid Mesjid Air Batu Buding. Di situlah beliau menjadi guru mengaji sekaligus
tempat bertanya masyarakat tentang segala yang berkaitan dengan Islam. Malah,
menurut sebuah sumber, ada sebuah kitab suci Al Quran yang hurufnya sebesar
jari kelingking bayi. Kitab suci tersebut dikenal dengan Al Quran Tu’ Kundo.
Di akhir hayatnya, Tu’ Kundo oleh
masyarakat dimakamkan di sebuah pekuburan di Kampung Parit Gunong. Tak ada yang
istimewa dengan makam beliau. Bentuknya sama seperti makam yang lain. Tapi oleh
kuncen makam Tu’ Kundo, dipercava bahwa beliaulah yang hingga saat ini menjadi
semacam penjaga penduduk Parit Gunong, terutama hal-hal yang menyimpang dari
ajaran Islam.
Asal Mula Keramat Gunung Tajam
Pada masa pemerintahan Kiai Agus
Bustam, bergelar Depati Cakraningrat IV (1700-1740 M) di Kerajaan Balok, Belitung, seorang mubalig Islam bernama Sayid Hasan bin
Abdullah atau Syekh Abubakar Abdullah datang ke Belitung melalui Sungai Buding,
sekitar 45 kilometer (km) dari Tanjung
Pandan. Muhaligh asal Aceh ini bermaksud datang ke Belitung untuk
menyebarkan agama Islam dan bermukim di Desa Buding.
Dari Desa Buding ini, beliau
menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok Pulau Belitung.
Dalam penyebaran dan melakukan syiar Islam, Ia dibantu Tu’ Kundo, seorang
muridnya yang terkenal. Tu’ Kundo inilah yang sering menobatkan orang yang
sering dianggap kafir untuk masuk islam. Tugas cukup berat bagi seorang
mubaligh. Karena itu tidak mengherankan kalau keduanya selalu mendapatkan
tantangan. Namun, dengan hati tabah kedua mubaligh ini terus menjalankan
kegiatan syiarnya. Singkat cerita, tanpa terasa sudah banvak daerah yang
penduduknya telah masuk Islam. Setiap daerah yang penduduk nya telah masuk
Islam, didirikan sebuah mesjid untuk tempat ibadah. Mesjid pertama yang
dibangun Syekh Abuhakar Abdullah berada di Kampung Badau, sekitar 22 km dari
Tanjungpandan.
Kuatnya syiar yang dilakukan Syekh
Abubakar Abdullah hingga banyak penduduk masuk agama Islam, tak pelak membuat Kiai
Agus Bustam yang pada saat itu tengah memerintah di Kerajaan Balok merasa takut
kehilangan kepercayaan dari rakyatnya. Hingga ia melakukan berbagai cara agar
kepercayaan rakyat kepadanya tak berkurang. Bahkan, ia tak segan-segan untuk
bertempur.
Suatu ketika, Kiai Agus Bustam
mendatangi Syekh Abubakar Abdullah untuk membunuhnya. Syekh Abdullah tak
gentar. Sebagai seorang mubaligh beliau tak takut meninggal. Upaya Kiai Bustam
untuk membunuhnya ia hadapi dengan gagah berani, hingga terjadilah perang tanding
antara keduanya. Namun, setelah bertempur cukup lama dan berbagai jurus sudah
dikeluarkan Kiai Agus Bustam, Syekh Abdullah tak juga terbunuh. Hingga
akhirnya, Syekh tersebut berujar kepada Kiai Agus Bustam, “Raje kalu’
mimang benar-benar nak muno aku, ndak usa gini carenye. Tapi cukup pakai jarum
emas nok ade bang keminangan aku terus cucokkan ke ujong jempol kaki kanan aku.”
Rupanya niat Kiai Agus Bustam untuk
membunuh Syekh Abdullah memang telah bulat. Setelah tahu kelemahan Syekh
Abdullah, tanpa membuang waktu ia mengambil jarum emas di keminangan Syekh
Abdullah dan menusukkannya ke jari yang disebutkan. Seketika itu juga syekh
dari Aceh itu roboh. Wafat meninggalkan dunia yang fana berbalut amal kebaikan
serta nama besar sebagai penyebar agama Islam pertama di Belitung.
Sebenarnya, kepada Tu’ Kundo, Syekh
Abdullah pernah berpesan, “Kalu’ aku mati kelak, kuborkan aku di antare
langit dan bumi“. Namun, karena saat meningal Tu’ Kundo sedang di luar
Belitung, oleh pengikut yang lain jenazah Syekh Abdullah dimakamkan pada
sebidang tanah di sekitar hulu Sungai Air Batu, Buding.
Dua—tiga bulan setelah kematian
Syekh Abdulhah, Tu’ Kundo kembali ke Belitung. Diceritakanlah oleh para
pengikutnya kepada Tu’ Kundo tentang apa yang terjadi pada Syekh Abubakar
Abdullah. Mendengar cerita itu, Tu’ Kundo terdiam. Tak tahu apa yang harus
diperbuat. Yang ia ingat hanya pesan Syekh Abdullah kepadanya tempo hari.
Ingat pesan itu, ia pun berpikir
keras menafsirkannya. Setelah difikir-fikir mengertilah Tu’ Kundo, yang
dimaksud dikubur antara langit dan bumi adalah di atas puncak tertinggi gunung
yang ada di Belitung.
Nah tak jauh dan makam
Syekh Abdullah terdapat Gunung Tajam, gunung tertinggi di Belitung dengan dua
puncak, kerap disebut Gunung Tajam laki dan Gunung Tajam bini. Diantara dua
puncak ini, yang tertinggi adalah Gunung Tajam bini. Karena itulah, kemudian
Tu’ Kundo memutuskan untuk memindahkan jasad Syekh Abdullah dari hulu Sungai
Air Batu Buding ke puncak Gunung Tajam bini, yang berjarak sekitar delelapan
kilometer.
Singkat cerita bersama pengikutnya
yang lain, Tu’ Kando pun membongkar makam Syekh Abdullah. Satu keajaiban terjadi selama
pembongkaran makam itu dilakukan. Jasad Syekh Abdullah yang sudah dimakamkan
selama kurang lebih tiga bulan tak sedikit pun ada perubahan. Kalau pun ada
hanya sebuah koreng kecil pada ujung jempol kaki kanannya, bekas tusukan jarum
mas. Juga tak ada bau busuk yang menebar. Malah yang terjadi sebaliknya. Bau
wangi merebak kemana-mana. Sebelum dibawa ke puncak Gunung Tajam laki, jasad
Syekh Abdullah dibungkus dengan kulit kayu kepang.
Namun, masalah baru kembali
dihadapi Tu’ Kundo. mengingat jalan dari hulu sungai Air Batu Buding menuju
puncak Gunung Tajam laki yang berjarak sekitar delapan kilometer, hanya jalan setapak,
Tu’ Kundo dan pengikut Syekh Abdullah kesulitan untuk menemukan jalan menuju
puncak dan menentukan tempat yang cocok untuk untuk pemakaman. Untuk itulah
kemudian mereka menetapkan kucing kesayangan Syekh Abdullah sebagai penuntun
menuju puncak.
Singkat cerita, dengan dibungkus
kulit kayu kepang, Tu’ Kundo beserta pengikut lainnya dan masyarakat mengiringi
kucing kesayangan Syekh Abdullah menuju puncak Gunung Tajam. Satu keajaiban
kembali terjadi. Sepanjang perjalanan menuju puncak tak hentinya semerbak bau
kembang setaman.
Keajaiban lain juga terjadi,
sesampainya di satu tanah datar di puncak Gunung Tajam laki, kucing kesayangan
Syekh Abdullah mati. Kematian kucing tersebut dianggap Tu’ Kundo sebagai syarat
bahwa di tempat itulah jasad Syekh Abdullah harus di makamkan. Sesuai dengan
amanah, di tempat itulah kemudian jasad Syekh Abdullah dimakamkan.
Saat menggali kuburan untuk Syekh
Abdullah kembali keajaiban terjadi. Selama
tujuh hari tujuh malam penggalian, silih berganti menebar bau wangi dan busuk.
Hal itu membuat masyarkat yang ikut ke pemakaman tersebut pulang, hingga
akhirnnya menyisakan tujuh murid Syekh Abdullah. Akhirnya, setelah penggalian
kuburan selesai jasad Syekh dimakamkan, sementara di ujung kakinya dimakamkan
kucing kesayangan beliau.
Karena dikuburkan di puncak Gunung
Tajam, Sayid Hasan bin Abdullah atau Syekh Abubakar Abdullah kemudian hari dikenal
sebagai Keramat Gunung Tajam atau Datuk Gunung Tajam. Kini, makam Keramat
Gunung Tajam itu menjadi tempat ziarah, yang selalu ramai dikunjungi orang
terutama umat Islam
Asal Usul Pulau Belitung
Pada zaman dahulu, di Pulau Bali
memerintahlah seorang raja yang adil dan bijaksana. Karena bijaksana dan
adilnya, sang Raja sangat disegani dan disayangi rakyatnya. Dikisahkan sang
Raja ini mempunyai seorang putri yang cantik jelita. Kecantikannya terkenal
hingga ke berbagai pelosok. Hingga setelah menginjak dewasa, banyak pemuda
daerah lain hendak melamarnya untuk dijadikan istri.
Suatu hari di antara para pemuda
yang datang melamar itu terdapatlah seorang putra mahkota. Namun apa hendak
dikata, lamaran itu ditolak putri sang Putri, sehingga Baginda merasa heran.
Begitulah yang terjadi hingga lamaran tujuh putra mahkota kerajaan lain selalu
ditolak sang putri.
“Mengapa putriku selalu menolak
setiap lamaran yang datang?” begitu tanya baginda dalam hati. Baginda raja
merasa heran dengan kelakuan putrinya itu. Ia juga malu kepada raja-raja
sekitarnya serta khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang disembunyikan putrinya.
Karena penolakan tersebut selalu
terjadi berulang-ulang, baginda pun bermusyawarah dengan permaisuri. Mencari
tahu apa yang membuat sang putri menolak setiap lamaran pemuda yang ingin
menjadikannya sebagai istri. Akhirnya, sepakatlah mereka berdua untuk memanggil
sang putri dan menanyakan langsung kepadanya.
Pada satu saat permasisuri pun
memiliki kesempatan yang tepat untuk memanggil putrinya dan menanyakan latar
belakang tingkah lakunya. “Anakku yang cantik, mengapa selama ini ananda selalu
menolak lamaran yang datang?” tanya sang permaisuri.
Ditanya demikian sang putri sempat
terdiam sesaat. Akhirnya dengan berat hati, sedih bercampur malu sang putri pun
menerangkan sikapnya. “Bukanlah ananda tidak mau menerima lamaran itu. Tapi,
merasa malu dengan penyakit yang sedang ananda derita ini,” jawab sang Putri.
“Penyakit apakah yang sedang Ananda derita?” tanya sang Permaisuri lagi.
Ditanya demikian sang putri kembali
terdiam. Dia tak berani menatap ibunya. Sang Permaisuri pun segera mendekati
sang Putri dan memeluk putri kesayangannya itu. Dalam pelukan permaisuri,
sambil terisak, sang Putri pun menceritakan ihwal penyakit yang sedang ia
derita. Ia menderita penyakit kelamin.
Mendengar jawaban itu, permaisuri
pun mengerti dan merasa sedih dengan nasib putrinya itu dan menyampaikannya
kepada baginda. Mendengar berita itu baginda sangat bingung. Ia tak tahu harus
berbuat apa. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuat sayembara.
Dipanggilnya hulubalang istana.
“Hai hulubalang, buatlah sebuah
pengumuman ke seluruh negeri ini. Barang siapa dapat menyembuhkan sang putri,
sebagai hadiah akan dinikahkan dengan putriku,” perintah baginda.
Disebarkanlah pengumuman itu ke
seluruh negeri. Banyak orang yang datang untuk mencoba menyembuhkan sang putri.
Namun, setelah berbagai ikhtiar dilakukan, tak satu pun yang berhasil. Putuslah
harapan baginda terhadap kesembuhan putrinya. Karena tak berhasil, baginda pun
memilih menempuh jalan lain. Mengasingkan sang putri ke sebuah semenanjung, di
sebelah utara Pulau Bali.
Setelah segala sesuatu disiapkan,
diantar baginda dan permaisuri beserta pembantu-pembantu istana yang telah
ditentukan, sang putri berangkat ke tempat pengasingannya. Sesampai di tempat
yang dituju, di tengah hutan, sang putri ditinggal sendiri. Kemudian, setelah
memohon kepada dewata bagi perlindungan anaknya, dengan sedih baginda pun
meninggalkan tempat tersebut.
Sebetulnya di hutan itu sang putri
tak sendiri. Ia ditemani seekor anjing, bernama Tumang. Sesekali waktu datang
beberapa orang pembantu istana datang melihat keadaannya sambil membawakan
segala keperluan hidup.
Suatu hari, ketika sang putri
sedang buang air kecil, dilihat oleh Tumang, anjing peliharaannya itu. Lalu,
Tumang pun menjilati air kencing sang putri, juga sisa-sisa air kencing yang
melekat di kemaluan sang putri. Sang putri pun membiarkannya. Kejadian seperti
itu berlangsung hampir setiap kali sang putri kencing dan cukup lama. Satu
keanehan terjadi. Penyakit yang diderita sang putri berangsur sembuh.
Sudah menjadi hukum alam bahwa,
manusia adalah makhluk yang lemah. Begitu juga dengan sang putri. Sebagai
seorang gadis remaja, ia juga mendambakan kehangatan kasih mesra seorang
kekasih. Karena tanpa pengawasan, ditambah lagi asmara yang sedang menggelora,
maka perbuatan dengan anjingnya itu berubah sebagai pelampiasan nafsunya yang
sedang menggelora. Hari berganti pekan, pekan berganti bulan, kebiasaan sang
putri berujung menjadi hubungan kelamin antara kedua makhluk berlainan jenis
dan keturunan itu, hingga akhirnya sang putri pun mengandung.
Ketika rombongan dari istana datang
meninjau, kelihatanlah bahwa keadaan putri telah berubah dari biasanya. Melihat
keadaan itu, pemimpin rombongan menanyakan kejadian sebenarnya yang dialami
sang putri. Setelah didesak, sang putri pun berterus terang dan menceritakan
apa yang telah dilakukannya dengan si Tumang.
Begitu kembali ke istana, kabar
buruk itu pun langsung disampaikan pemimpin rombongan kepada baginda dan
permaisuri. Begitu mendengar kabar tersebut, bukan main murkanya baginda. Ingin
rasanya ia segera menyudahi putrinya itu.
Setelah beberapa hari berfikir,
baginda mendapat cara untuk menyelesaikan persoalan yang menimpa putrinya
tersebut. Pada suatu malam, baginda mensucikan diri dan memohon kepada dewata
agar putrinya dihukum dengan jalan menghancurkan tempat yang dihuni putrinya
berhubung tempat tersebut telah menjadi kotor, sehingga akan mencemarkan nama
baik baginda.
Dengan kehendak dewata, beberapa
hari kemudian turun hujan sangat deras disertai angin ribut yang sangat besar.
Sekejap kemudian putuslah bagian semenanjung utara Pulau Bali yang ditempati
sang putri diasingkan, lalu hanyut terapung-apung dibawa gelombang ke utara.
ADALAH Datu’ Malim Angin dan Datu’
Langgar Tuban, yang sedang memancing ikan menggunakan perahu sampan. Tengah
asyik memancing, mereka berdua dikejutkan pemandangan aneh. Tak jauh dari
tempat mereka memancing nampak sebuah pulau hanyut melintas terbawa arus laut.
Dalam keheranan, Datu’ Malim Angin
segera mengayuh sampannya dan mengejar pulau hanyut tersebut. Begitu berhasil
mencapai salah satu bagian pulau tersebut, Datu’ Malim Angin segera naik ke
daratan dan mengikatkan tali sauh pada potongan sebatang pohon (konon kabarnya
pohon mali berduri, red.). Setelah mengikatkan tali sauh di potongan pohon
tersebut, Datu’ Malim Angin segera menancapkannya pada sebuah gunung dan
melemparkan jangkarnya ke laut. Seketika pulau hanyut itu pun berhenti. Namun,
karena baru terikat pada satu tiang, pulau itu terus berputar.
Melihat pulau tersebut masih terus
berputar-putar, Datu’ Malim Angin pun berlari ke arah berlawan dari kayu
pertama tadi. Pada sebuah gunung Datu’ Malim Angin berhenti dan mematahkan
sebatang pohon baru’ (pohon waru, red.), lalu menancapkannya pada puncak gunung
dimana ia tadi berhenti. Setelah itu barulah pulau hanyut tersebut berhenti
berputar.
Secara turun temurun cerita pulau
Bali yang Terpotong ini berkembang secara lisan di masyarakat. Lama kelamaan
penyebutannya berubah menjadi Belitong.
Konon, gunung tempat pertama Datu’
Malim Angin menambatkan tali sauhnya dikenal dengan Gunung Baginde, terletak di
Kampung Padang Kandis, Membalong. Gunung ini, oleh mereka yang percaya, dikenal
sebagai pancang Selatan Pulau Belitung. Dan, juga menurut mereka yang percaya,
sampai sekarang Datu’ Malim Angin masih ‘mendiami’ / menguasai gunung tersebut.
Sedang gunung kedua, adalah Gunung Burung Mandi.
keren,begune benar..
BalasHapusdapat juak jadi bahan referensi
BalasHapuskunjungan balik juak, bilitoneater.blogpot.com
Makase mikak la nulis cerite hikayat sejarah belitong ne sangat begune idang nambae ilmu pengetahuan anak cucu.
BalasHapusKebanyakan cerite ne dari membalong,,
BalasHapusCukup bangge aku jd urg membalong ne,, 😁😁😁
g805s8ieuwi829 sex doll,penis sleeves,cheap sex toys,dog dildo,Panty Vibrators,horse dildo,sex toys,penis pumps,sex toys m364p0jsioz575
BalasHapus